Sabtu, 29 September 2012

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS)

5 komentar

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru memiliki tipe ekosistem sub-montana, montana dan sub-alphin dengan pohon-pohon yang besar dan berusia ratusan tahun.

Beberapa jenis tumbuhan yang terdapat di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru antara lain jamuju (Dacrycarpus imbricatus), cemara gunung (Casuarina sp.), eidelweis (Anaphalis javanica), berbagai jenis anggrek dan jenis rumput langka (Styphelia pungieus).

Terdapat sekitar 137 jenis burung, 22 jenis mamalia dan 4 jenis reptilia di taman nasional ini

Satwa langka dan dilindungi yang terdapat di taman nasional ini antara lain luwak (Pardofelis marmorata), rusa (Cervus timorensis ), kera ekor panjang (Macaca fascicularis), kijang (Muntiacus muntjak ), ayam hutan merah (Gallus gallus), macan tutul (Panthera pardus ), ajag (Cuon alpinus ); dan berbagai jenis burung seperti alap-alap burung (Accipiter virgatus ), rangkong (Buceros rhinoceros silvestris), elang ular bido (Spilornis cheela bido), srigunting hitam (Dicrurus macrocercus), elang bondol (Haliastur indus), dan belibis yang hidup di Ranu Pani, Ranu Regulo, dan Ranu Kumbolo.

 
 
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru merupakan satu-satunya kawasan konservasi di Indonesia yang memiliki keunikan berupa laut pasir seluas 5.250 hektar, yang berada pada ketinggian ± 2.100 meter dari permukaan laut.

Di laut pasir ditemukan tujuh buah pusat letusan dalam dua jalur yang silang-menyilang yaitu dari timur-barat dan timur laut-barat daya. Dari timur laut-barat daya inilah muncul Gunung Bromo yang termasuk gunung api aktif yang sewaktu-waktu dapat mengeluarkan asap letusan dan mengancam kehidupan manusia di sekitarnya (± 3.500 jiwa).

Gunung Bromo mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah ± 800 meter (utara-selatan) dan ± 600 meter (timur-barat). Sedangkan daerah bahayanya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo.

Suku Tengger yang berada di sekitar taman nasional merupakan suku asli yang beragama Hindu. Menurut legenda, asal-usul suku tersebut dari Kerajaan Majapahit yang mengasingkan diri. Uniknya, melihat penduduk di sekitar (Su-ku Tengger) tampak tidak ada rasa ketakutan walaupun menge-tahui Gunung Bromo itu berbaha-ya, termasuk juga wisatawan yang banyak mengunjungi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru pada saat Upacara Kasodo.
         
Upacara Kasodo diselenggarakan setiap tahun (Desember/Januari) pada bulan purnama. Melalui upacara tersebut, masyarakat Suku Tengger memohon panen yang berlimpah atau meminta tolak bala dan kesembuhan atas berbagai penyakit, yaitu dengan cara mempersembahkan sesaji dengan melemparkannya ke kawah Gunung Bromo, sementara masyarakat Tengger lainnya harus menuruni tebing kawah dan meraih untuk menangkap sesaji yang dilemparkan ke dalam kawah, sebagai perlambang berkah dari Yang Maha Kuasa.

Perebutan sesaji tersebut merupakan atraksi yang sangat menarik dan menantang sekaligus mengerikan. Sebab tidak jarang diantara mereka jatuh ke dalam kawah.
Beberapa lokasi/obyek yang menarik untuk dikunjungi:
Cemorolawang. Salah satu pintu masuk menuju taman nasional yang banyak dikunjungi untuk melihat dari kejauhan hamparan laut pasir dan kawah Bromo, dan berkemah.
Laut Pasir Tengger dan Gunung Bromo. Berkuda dan mendaki gunung Bromo melalui tangga dan melihat matahari terbit.

Pananjakan. Melihat panorama alam gunung Bromo, gunung Batok dan gunung Semeru.
Ranu Pani, Ranu Regulo, Ranu Kumbolo dan Puncak Gunung Semeru. Danau-danau yang sangat dingin dan selalu berkabut (± 2.200 m. dpl) sering digunakan sebagai tempat transit pendaki Gunung Semeru (3.676 m. dpl).
Ranu Darungan. Berkemah, pengamatan satwa/ tumbuhan dan panorama alam yang menawan.


Musim kunjungan terbaik: bulan Juni s/d Oktober dan bulan Desember s/d Januari.
Cara pencapaian lokasi: Pasuruan-Warung Dowo-Tosari-Wonokitri-Gunung Bromo menggunakan mobil dengan jarak 71 km, Malang-Tumpang-Gubuk Klakah-Jemplang-Gunung Bromo menggunakan mobil dengan jarak 53 km, dan Jemplang-Ranu Pani-Ranu Kumbolo, 16 km. Atau dari Malang-Purwodadi-Nongkojajar-Tosari-Wonokitri-Penanjakan sekitar 83 km. Dari Malang ke Ranu Pani menggunakan mobil sekitar 70 menit, yang dilanjutkan berjalan kaki ke Puncak Semeru sekitar 13 jam.

Tebing Alam di Indonesia

0 komentar
Gunung Padang
Gunung ini terletak tidak jauh dari kota Padang yang termasuk dalam kawasan Taman Siti Nurbaya. Tebing yang terbentuk dari batuan basal ini berdiri dengan ketinggian sekitar 30 meter. Tingkat kesulitan yang bervariasi, tonjolan di dindingnya sangat minim dan kecil-kecil untuk pegangan maupun dipasangi pengaman. Jalur yang telah dipanjat tak kurang dari 4 jalur yaitu:
  • Jalur H&R (5.9) dipanjat tahun 1991 oleh Harera dan Edu
  • Jalur Camp (5.11 c/d) dipanjat tahun 1990 oleh Rizal N
  • Jalur Fasting (5.12) dipanjat tahun 1992 oleh Valdi
  • Jalur Trek Eureka (5.11 c/d) dipanjat oleh Radit
Serelo
Gunung ini juga dikenal dengan sebutan Bukit Telunjuk yang terletak di Desa Sukacita, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan. Tebing Serelo ini terlihat jelas dari jalur Lintas Sumatera. Jenis batuan tebing ini adalah batuan andesit. Tebing ini mempunyai ketinggian puncaknya 600 meter dpl dengan sudut kemiringan antara 70-90 derajat.
Ciampea
Tebing ini sangat populer bagi pemanjat Jabotabek. Tebing yang terletak 15 km ke arah selatan kota Bogor ini sangat mudah dijangkau kendaraan umum dengan ketinggian tebing sekitar 30-45 meter. Pada dinding yang tidak begitu lebar itu terdapat lima jalur panjat dengan tingkat kesulitan bervariasi, yaitu:
  • Jalur Putih
  • Jalur Kambing
  • Jalur Intifada
  • Jalur Bycycle
  • Jalur Toke
Kemiringan dindingnya dari slab sampai vertikal. Tebing ini sangat cocok untuk pemula berlatih karena mempunyai jalur yang beragam tingkat kesulitannya.
Kelapa Nunggal
Tebing ini juga mempunyai kepopuleran yang sama dengan Tebing Ciampea bagi pemanjat Jabotabek. Tebing ini mempunyai tingkat kesulitan cukup tinggi. Lokasinya terletak di antara kota Bogor dan Jakarta, yaitu di Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor tidak jauh dari pabrik semen Cibinong. Ketinggian tebing sekitar 1 pitch (45 m). Hampir semua jalur sudah dipanjat. Pada awal jalur merupakan overhang yang minim pegangan. Dengan kondisi seperti itu, tebing Kelapa Nunggal ini termasuk kategori sulit dan tidak dianjurkan untuk pemula. Selain itu di sini juga terdapat tempat untuk bouldering yang cukup menantang.
Citatah
Tebing ini juga merupakan tonggak awal sejarah panjat tebing Indonesia. Tebing kebanggaan para pemanjat Bandung ini berada di Desa Cipatat Padalarang, Bandung. Tebing ini tidak jauh dari lokasi penambangan marmer dan batu kapur. Batuan tebing ini berjenis karst dan mempunyai tingkat kesulitan yang bervariasi. Sedangkan tebing yang paling sering dipilih oleh pemanjat adalah tebing 125 dan tebing 48, karena mudah dijangkau dan terdapat banyak jalur panjatnya.
Parang
Tebing Parang terletak di Kampung Cihuni, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat di sisi selatan waduk Jatiluhur. Tebing ini merupakan sebuah gunung batu yang mempunyai tiga puncak yang dikenal dengan sebutan tower yang membentang sepanjang 1,5 km ke arah utara-selatan, yaitu:
  • Tower I mempunyai ketinggian 950 meter dpl
  • Tower II mempunyai ketinggian 900 meter dpl
  • Tower III mempunyai ketinggian 875 meter dpl
Jenis batuannya adalah andesit. Lintasan jalur panjat tebing ini rata-rata slab dan beberapa jalurnya adalah dinding vertikal. Tingkat kesulitan secara umum dinding ini adalah VI, 5.9, A1. Dinding ini pertama kali dipanjat oleh kelompok Skygers pada tahun 1980.
Parang Tritis
Tebing-tebing kapur di kawasan ini cukup menantang. Pada umumnya tebing yang dipanjat adalah tebing-tebing yang terletak di kawasan Parangendog, di sebelah timur pantai Parangtritis. Dari kejauhan tebing-tebing ini terlihat berwarna putih berjajar. Ketinggian tebing berkisar antara 25 sampai 50 meter dengan tingkat kesulitan yang bervariasi dari mudah sampai sulit.
Tebing Gunung Bongkok
Tebing ini terletak di desa Sukamulya, Purwakarta, Jawa Barat. Tebing terbentuk oleh batuan andesit. Tinggi tebing sekitar 40 meter dengan lebar dinding 27 meter dan 25 meter. Jalur yang sudah dipanjat tercatat tiga jalur, yaitu:
  • Jalur Psyco Matters I dan II atas nama Djati Pranoto, Ujan, Mamay, Ipul, Asep, dan Galih
  • Jalur Alex dan Michael.
Sepikul, Watu Limo
Di tengah hutan jati yang terletak di Desa Watu Agung, Kecamatan Watu Limo, Trenggalek, Jawa timur berdirilah gunung batu yang diberi nama Sepikul. Tebing gunung batu ini terdiri dari dua buah tower, yaitu:
  • Tower I tingginya sekitar 250 m
  • Tower II tingginya 200 m
Jenis batuannya adalah andesit. Tebing ini merupakan salah satu tebing favorit pemanjat tebing di daerah Jawa Timur. Beberapa ekspedisi telah dilakukan di tower I maupun tower II.
Tebing Zebra
Tebing Zebra terletak di Lembah Panceng, Ujung Pangkah yang masuk ke dalam wilayah Gresik, Jawa Timur. Dinamai Tebing Zebra karena dinding tebing ini bermotif seperti Zebra yang mempunyai belang warna hitam dan putih. Tebing ini merupakan tebing kapur terjal yang mempunyai ketinggian sekitar 30 meter. Tingkat kesulitan bervariasi, beberapa jalur yang sudah dibuat mempunyai tingkat kesulitan sampai 5.12 c. Pada tebing ini sekurang-kurangnya telah dibuat sekitar 10 jalur.
Uluwatu
Uluwatu memang beda, tebing karang yang terletak di pinggir laut selatan di sisi selatan Pulau, Bali itu sungguh menantang. Tebing yang tingginya berkisar antara 75-100 m itu mempunyai banyak jalur untuk dipanjat. Sebagian jalur harus dituruni telebih dahulu baru dipanjat karena tidak ada pantainya, sebagian lain dapat langsung dipanjat dari karena terdapat pantai meskipun sempit. Tingkat kesulitan bervariasi dari mudah sampai sulit. Relief dinding cenderung tajam-tajam. Selain itu tebing ini lokasinya dekat dengan laut.
Bukit Kelam
Bukit yang membujur dari arah barat ke timur ini berjarak sekitar 16 km dari Kota Sintang, Kalimantan Barat. Ketinggian puncak bukit ini sekitar 931 m dpl, sementara itu tinggi tebing yang dipanjat sekitar 400 meter. Bukit andesit ini diperkirakan merupakan batuan andesit masif yang terbesar di Indonesia. Bagi sebagian penduduk Bukit Kelam termasuk gunung yang dikeramatkan. Di kaki tebing cukup lebat dan lembab karena sinar matahari kurang menyinari kaki tebing ini.
Bukit Tangkiling
Bukit ini terletak di Kabupaten Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Tinggi tebing sekitar 70 meter. Bukit ini termasuk tebing yang jarang dipanjat, jalur yang sudah dibuat baru tercatat dua jalur yaitu jalur Ramadhan dan jalur Ramona pembuat jalur Mamay S. Salim pada tahun 1993.
Bambapuang
Tebing limestone ini tingginya sekitar 350 meter dan terletak di desa Kotu, Enrekang, Sulawesi Selatan. Tebing ini merupakan salah satu tebing favorit para pemanjat, selain cukup tinggi, jalurnya pun cukup menantang untuk di panjat. Jalur yang tersedia sangat bervariasi dari mudah sampai sulit. Untuk menyelesaikan satu jalur sebagian besar harus ditempuh dalam beberapa hari. Oleh karena itu tebing ini termasuk jalur bigwall yang memerlukan persiapan khusus untuk memanjatnya.
Bulu Sumpang Sirolo
Tebing ini merupakan salah satu tebing diantara puluhan bahkan ratusan tebing yang terdapat di Kabupaten Maros dan Pangkep, Sulawesi Selatan. Terletak di desa Siloro yang termasuk ke dalam area PT Semen Tonasa II. Jenis batuan tebing ini adalah tebing karst yang tingginya sekitar 100 meter dan lebar dindingnya sekitar 60 meter. Teknik panjat di tebing ini dapat dilakukan secara artifisial maupun panjat bebas. Pengaman dan pegangan cukup banyak.
Tebing Sarera
Tebing yang tingginya sekitar 125 meter terletak di Desa Bua, Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Dinding tebing ini di beberapa bagian rapuh sehingga para pemanjat harus hati-hati saat memanjatnya.
Carstensz Pyramide
Pegunungan Jayawijaya dengan puncak tertingginya Carstensz Pyramide (4.484) boleh dibilang gunung paling bergengsi bagi para pemanjat Indonesia, bahkan dunia. Dinding terjal dari batuan andesit setinggi 200 meter di sisi selatan Lembah Kuning ini merupakan salah satu dari 7 Puncak Tertinggi di 7 Benua. Tak semua orang bisa dengan mudah mencapai lokasi yang terletak di tengah pegunungan paling tinggi di Irian Jaya. Dibutuhkan perjuangan yang cukup keras untuk bisa menembus halangan yang menghadang. Kalau dana sudah tak menjadi persoalan, maka kendala pertama yang menghadang adalah masalah perizinan. Jika masalah perizinan beres, bisa dikata pendakian atau ekspedisi sudah berlangsung 50% (?). Kondisi alam yang cukup ekstrem masalah lain yang harus dihadapi, sehingga persiapan fisik pemanjat juga harus menjadi perhatian utama dan tentu saja harus didukung perlengkapan yang memadai pula.
Setidaknya terdapat dua rute yang biasa ditempuh para pendaki untuk menuju base camp Lembah Danau-Danau yang terletak di salah satu gunung es tropis ini, yaitu melalui utara dari Ilaga dan sisi selatan melalui daerah pertambangan Freeport, Tembagapura. Melalui Ilaga dibutuhkan waktu sekitar 7 hari perjalanan trekking untuk menuju Lembah Danau-Danau (base camp I), sedang dari Kota Tembagapura hanya membutuhkan 5-7 jam perjalanan.
Selain dinding utara Carstensz, dinding utara Puncak Jaya merupakan salah satu tebing yang sangat menantang untuk dipanjat.

10 Efek Buruk Minuman Bersoda

0 komentar
Minuman Bersoda
Minuman Bersoda
Ketika merasa haus, banyak di antara kita melepas dahaga dengan sebotol soda dingin. Apalagi saat ramadan, soda dingin ketika berbuka puasa terasa sangat menyegarkan tenggorokan yang kering. Rayuan iklan pun acapkali membuat kita tergiur dengan minuman berkarbonasi itu.
Tapi tahukah Anda, bahwa soda adalah salah satu minuman terburuk selain alkohol? Anda bisa terkena candu kafein dalam soda. Belum lagi kandungan gulanya yang sangat tinggi. Kenali 10 efek berbahaya minuman bersoda bagi tubuh seperti dikutip dari Method of Healing.
1. Menaikkan berat badan
Minum satu kaleng soda tiap hari dalam sebulan akan menaikkan berat badan sebanyak setengah kilogram.
2. Tidak ada nilai gizi dalam soda
Saat kehausan atau setelah berpuasa, tubuh membutuhkan cairan yang bernutrisi. Sedangkan soda tak memiliki nilai gizi di dalamnya. Minuman ini hanya akan menjadi ‘limbah’ dalam tubuh.
3. Meningkatkan risiko diabetes
Tingginya kadar gula dalam soda mampu meningkatkan risiko Anda terkena diabetes.
4. Soda dapat menyebabkan osteoporosis
Bila meminum soda dengan kandungan kalsium rendah, Anda bisa terkena keropos tulang atau osteoporosis.
5. Soda bisa merusak gigi
Kandungan senyawa soda mampu mengikis dan merusak lapisan enamel gigi. Sehingga gigi jadi mudah berlubang dan rusak.
6. Soda berefek terhadap kerusakan ginjal
Orang yang gemar minum soda berisiko lebih besar terkena batu ginjal serta kerusakan pada ginjal.
7. Memicu penyakit maag
Soda menjadikan peminumnya berpeluang lebih besar terkena dan memperparah penyakit maag.
8. Soda menimbulkan dehidrasi
Kadar kafein dan gula dalam soda dapat menyebabkan tubuh dehidrasi.
9. Soda mengacaukan sistem pencernaan
Ketahuilah, asam dalam soda tidak bereaksi dengan baik dalam sistem pencernaan.
10. Diet soda berbahaya
Soda diet mengandung pemanis buatan aspartam yang diakitkan dengan beberapa gangguan seperti fenilketonuria.
Alternatif Sehat Pengganti Soda?

Lantas apa yang bisa membantu Anda untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap soda? Jika menilik nilai gizinya, jus merupakan pilihan minuman terbaik. Sedangkan air putih merupakan minuman terbaik agar tubuh tetap terhidrasi. Satu hingga dua gelas jus buah setiap hari, ditambah enam gelas air putih serta minuman yang diperkaya kalsium adalah paduan terbaik untuk kesehatan.

10 Air Terjun tertinggi di dunia

2 komentar
Air terjun adalah formasi geologi dari arus air yang mengalir melalui suatu formasi bebatuan yang mengalami erosi dan jatuh ke bawah dari ketinggian. Air terjun dapat berupa buatan yang biasa digunakan di taman. Beberapa air terjun terbentuk di lingkungan pegunungan dimana erosi kerap terjadi.
Berikut ini daftar 10 air terjun tertinggi tertinggi di dunia. Beberapa nama mungkin nampak asing karena banyak sekali air terjun terkenal dunia ini karena keindahannya dan kebesarannya namun kali ini diurutkan berdasarkan ketinggiannya.
1. Angel Falls
Angel Falls
Angel Falls
Negara: Venezuela
Lokasi: Taman Nasional Canaima
Sungai: Gauja (Rio Gauya), anak sungai Rio Churn
Tinggi: 979 meter (3.212 kaki)
Informasi lain: Meskipun pertama kali dilihat di awal abad ke-20 oleh penjelajah Ernesto de Santa Cruz, air terjun ini tidak dikenal dunia sampai ditemukan secara resmi oleh penerbang Amerika, James Crawford Angel yang sedang terbang mencari lokasi tambang emas. Pada tahun 1936, James Angel kembali dan mendaratkan pesawatnya di dekat air terjun. Air terjun ini dinamakan “Air terjun Angel” untuk mengenang penemunya, James Crawford Angel. Suku Indian Pemon menyebut air terjun ini sebagai “Auyan-tepui” (”Aiyan-tepui”) yang berarti “Gunung Setan”.

2. Tugela Falls
Tugela Falls
Tugela Falls
Negara: Afrika Selatan
Lokasi: Taman Nasional Natal
Sungai: Tugela River
Tinggi: 948 meter (3,110 kaki)
Informasi lain: Ada terjun tertinggi kedua ini memiliki rata-rata volume 1 meter kubik /detik.
3. Cataratas las Tres Hermanas
Cataratas las Tres Hermanas
Cataratas las Tres Hermanas
Negara: Peru
Lokasi:Cordillera Oriental
Sungai: -
Tinggi: 914 meter (3000 kaki)
Informasi lain: Air Terjun ketiga tertinggi di dunia ini memiliki lingkungan indah yang terletak di hutan Amerika Selatan. Pepohonannya diduga mencapai ketinggian sampai 30 m. Sedangkan di bawah air terjun ini ada sebuah Danau dengan kedalaman mencapai 4 meter. Lingkungan air terjun Cataratas las Tres Hermanas memiliki keanekaragaman vegetasi dan hewan yang beraneka macam.
4. Olo?upena Falls
Olo'upena Falls
Olo'upena Falls
Negara: USA
Lokasi: Molokai, Hawaii
Sungai: -
Tinggi: 900 meter (2953 kaki)
Informasi lain: Air terjun ini kurang terkenal munkgin karena volume airnya yang memang sedikit, hanya ketinggiannyalah yang membuatnya ada dalam daftar ini. Terletak di bagian utara-timur Pulau Hawaii Molokai.
5. Catarata Yumbilla
Catarata Yumbilla
Catarata Yumbilla
Negara:Peru
Lokasi: Cuispes, Arizonas
Sungai:
Tinggi: 896 meter (2938 kaki)
Informasi lain: Meskipun air terjun itu luar biasa karena ketinggiannya, volume air yang dihasilkan tidak besar karena me. Lokasinya juga cukup terpencil.
6. Vinnufossen
Vinnufossen
Vinnufossen
Negara: Norwegia
Lokasi: Sunndal, More Og Romsdal
Sungai: Vinnu
Tinggi: 860 meter (2822 kaki)
Informasi lain: Merupakan air terjun tertinggi di Eropa dan keenam di dunia.
7. Balifossen
Balifossen
Balifossen
Negara: Norwegia
Lokasi: Ulvik, Hordaland
Sungai: Bali
Tinggi: 850 meter (2788 kaki)
Informasi lain: Merupakan tertinggi kedua di eropa dan ketujun di dunia. Tetesan air terjun ini menuruni tebing setinggi 3.000 kaki ke perairan Osafjorden, anak sungai dari hulu Hardangerfjorden.
8. Pu’uka’oku Falls
Pu'uka'oku Falls
Pu'uka'oku Falls
Negara: USA
Lokasi: Molokai, Hawaii
Sungai: tak bernama
Tinggi: 840 meter (2756 kaki)
Informasi lain: Pantai utara Molokai memiliki tebing laut tertinggi di dunia. Setiap sungai yang turun atas tebing ini akan jatuh ribuan kaki ke laut. Termasuk air terjun ini.
9. James Bruce Falls
James Bruce Falls
James Bruce Falls
Negara: Canada
Lokasi: Princess Louisa Provincial Marine Park
Sungai: tak bernama
Tinggi: 840 meter (2755 kaki)
Informasi lain: James Bruce Falls adalah sebuah air terjun tinggi semi-musiman yang brasal dari danau salju kecil yang bertengger di atas pegunungan Prince Louisa . Nama James Brown adalah nama kakek dari seorang Surveyor yang meneliti Air Terjun ini.
10. Browne Falls
Browne Falls
Browne Falls
Negara: Selandia Baru
Lokasi: Fiordlands National Park
Sungai: -
Tinggi: 836 meter (2744 kaki)
Informasi lain: berada tengah-tengah pemandangan yang menakjubkan hutan hujan subtropis, jatuh ke teluk sempit di antara tebing tinggi di dekat Arm Hall. Seperti terlihat pada gambar, sumber airt terjun ini adalah adalah sebuah Danau 836 m diatas permukaaan laut yang saat penuh kemudian meluap ke sisi gunung.

Tanaman (Tumbuhan) Langka Indonesia yang Terancam Punah

0 komentar

Tanaman (tumbuhan) langka di Indonesia yang terancam punah tidak kalah banyak dibanding hewan langka Indonesia. Bahkan spesies tanaman yang langka dan terancam punah di Indonesia jumlahnya jauh lebih banyak.
Daftar tumbuhan langka ini didasarkan kepada status konservasi yang diberikan oleh IUCN Redlist. Dan dalam daftar tanaman langka kali ini saya sajikan daftar tumbuhan langka yang masuk dalam daftar Extinc in Wild (Punah in situ), Critically Endangered (Kritis) dan Endangered (Terancam Punah). Ketiga status tersebut merupakan status tertinggi berdasarkan tingkat keterancaman sebuah spesies.
Selain ketiga status tersebut, masih banyak tanaman Indonesia yang langka dan terancam kepunahan namun terdaftar dalam status konservasi yang lebih rendah. Karena panjangnya daftar, kali ini cukup dibatasi dalam tiga status yang paling terancam punah itu saja.
Buah mangga kasturi (gambar wikipedia)
Extinct in the Wild (Punah in Situ)
  • Mangga Kasturi (Mangifera casturi). Tumbuhan yang menjadi maskot (flora identitas) provinsi Kalimantan Selatan ini dinyatakan telah punah in situ (Extinct in the Wild) oleh IUCN Redlist.
Critically Endangered (Kritis)
Daftar tanaman langka Indonesia yang masuk dalam daftar status konservasi Critically Endangered (Kritis), yaitu:
  • Pelalar atau Meranti Jawa (Dipterocarpus littoralis); endemik Nusakambangan, Jawa Tengah.
  • Keruing (Dipterocarpus elongatus); Tumbuhan asli Indonesia (Kalimantan, Sumatera), Malaysia, dan Singapura.
  • Keruing Arong atau Kekalup (Dipterocarpus applanatus); Tanaman endemik Kalimantan.
  • Keruing Bulu atau Mara Keluang atau Lagan Sanduk (Dipterocarpus baudii); Tumbuh di Thailand, Myanmar, Vietnam, Kamboja, Semenanjung Malaya, dan Sumatra.
  • Keruing Jantung (Dipterocarpus concavus); Tumbuhan asli Sumatera dan Semenanjung Malaysia.
  • Kadan (Dipterocarpus coriaceus); Tersebar di Semenanjung Malaya, Riau, Kalimantan Barat, dan Serawak.
  • Keruing Gajah atau Tampudau (Dipterocarpus cornutus); Semenanjung Malaysia, Sumatera bagian utara dan Kalimantan bagian tenggara.
  • Keruing Pekat atau Keruing Kipas (Dipterocarpus costulatus); Tanaman asli Indonesia (Kalimantan, Sumatera) dan Malaysia.
  • Keruing Senium atau Keruing Padi (Dipterocarpus eurynchus); Tersebar di Brunei Darussalam, Indonesia (Kalimantan, Sumatera), Malaysia, dan Filipina.
  • Keruing Pipit (Dipterocarpus fagineus). Tumbuh di Indonesia (Sumatera) dan Malaysia.
  • Meranti (Dipterocarpus fusiformis); Tanaman endemik Kalimantan.
  • Meranti (Dipterocarpus glabrigemmatus); Indonesia (Kalimantan) dan Malaysia (Serawak).
  • Meranti Kuning atau Damar Pakit (Shorea acuminatissima); Indonesia (Kalimantan) dan Malaysia (Sabah).
  • Belangeran atau Balau Merah (Shorea balangeran); endemik Sumatera dan Kalimantan.
  • Meranti Merah (Shorea carapae); Indonesia (Kalimantan) dan Malaysia (Serawak).
  • Meranti (Shorea conica); Tumbuhan endemik Sumatera.
  • Meranti Putih (Shorea dealbata); Indonesia (Sumatera) dan Malaysia.
  • Selagan Batu (Shorea falciferoides); Meranti endemik Kalimantan.
  • Selagan Batu (Shorea foxworthyi); Indonesia (Kalimantan, Sumatera), Malaysia, dan Thailand.
  • Balau atau Beraja atau Red Balan (Shorea guiso); Meranti dari Indonesia (Sumatera), Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
  • Meranti Kuning (Shorea hopeifolia); Indonesia (Sumatera), Malaysia, dan Filipina.
  • Selagan Batu Kelabu (Shorea hypoleuca); Brunei Darussalam, Indonesia (Kalimantan), dan Malaysia (Sabah, Sarawak).
  • Selagan (Shorea inappendiculata); Indonesia (Kalimantan) dan Malaysia (Sabah, Sarawak).
  • Meranti Kuning (Shorea induplicata); Tanaman endemik Kalimantan.
  • Meranti Merah (Shorea johorensis); Indonesia (Kalimantan, Sumatera) dan Malaysia.
  • Balau Merah atau Dark Red Meranti (Shorea kunstleri); Indonesia (Kalimantan, Sumatera) dan Malaysia.
  • Damar Tunam atau White Meranti (Shorea lamellata); Indonesia (Sumatera) dan Malaysia.
  • Light Red Meranti (Shorea lepidota); Indonesia (Sumatera) dan Malaysia.
  • Meranti Kuning (Shorea longiflora); Brunei Darussalam, Indonesia (Kalimantan), dan Malaysia (Sarawak).
  • Meranti Kuning (Shorea longisperma); Brunei Darussalam, Indonesia (Kalimantan), dan Malaysia (Sarawak).
  • Meranti Merah (Shorea macrantha); Indonesia (Sumatera) dan Malaysia.
  • Meranti (Shorea materialis); Brunei Darussalam, Indonesia (Sumatera), dan Malaysia
  • Meranti Maluku (Shorea montigena); Endemik Maluku
  • Meranti Merah atau Light Red Meranti (Shorea myrionerva); Brunei Darussalam, Indonesia (Kalimantan), dan Malaysia (Sabah, Serawak).
  • Meranti (Shorea ochrophloia); Indonesia (Sumatera) dan Malaysia.
  • Meranti Merah atau Red Balau (Shorea pallidifolia); Indonesia (Sumatera) dan Malaysia
  • Meranti Kuning (Shorea peltata); Indonesia (Kalimantan, Sumatera) dan Malaysia
  • Light Red Meranti (Shorea platycarpa); Indonesia (Sumatera), Malaysia, dan Singapura.
  • Meranti Kuning (Shorea polyandra); Indonesia (Kalimantan) dan Malaysia (Sabah, Serawak). 
    Meranti Putih atau Shorea resinosa
    Meranti Putih atau Shorea resinosa (gambar: www.arkive.org)
  • Meranti Putih (Shorea resinosa); Indonesia (Sumatera); Malaysia.
  • Engkabang Undapi (Shorea richetia); Indonesia (Kalimantan), Malaysia (Serawak).
  • Dark Red Meranti (Shorea rugosa); Tumbuhan endemik Kalimantan.
  • Meranti Maluku (Shorea selanica); Tanaman endemik Maluku.
  • Tengkawang atau Meranti Merah (Shorea singkawang); Indonesia (Sumatera), Malaysia, dan Thailand.
  • Meranti (Shorea slootenii); Brunei Darussalam, Indonesia (Kalimantan), dan Malaysia (Sabah, Sarawak).
  • Light Red Meranti (Shorea smithiana); Indonesia (Kalimantan) dan Malaysia (Sabah, Sarawak).
  • Meranti Kuning (Shorea xanthophylla); Brunei Darussalam, Indonesia (Kalimantan), dan Malaysia (Sabah, Sarawak). 
    Nepenthes_aristolochioides
    Kantong Semar (Nepenthes aristolochioides)
  • Kantong Semar (Nepenthes aristolochioides); endemik Sumatera.
  • Kantong Semar (Nepenthes clipeata); Endemik Kalimantan.
  • Kantong Semar (Nepenthes dubia); Endemik Sumatera.
  • Kantong Semar (Nepenthes lavicola); Endemik Sumatera. 
    Pohon Kapur (Dryobalanops aromatica)
    Pohon Kapur (Dryobalanops aromatica)
  • Kapur (Dryobalanops aromatica); Indonesia (Sumatera, Kalimantan) dan Malaysia.
Endangered (Terancam Punah)
Daftar tanaman langka Indonesia yang masuk dalam daftar status konservasi Endangered (Terancam Punah), yaitu:
  • Shorea Sp. Beberapa spesies Shorea berpredikat spesies berstatus konservasi Endangered (Terancam Punah) sehingga keberadaannya semakin langka, seperti; Shorea agami (Meranti Putih), Shorea albida (Meranti Merah Terang), Shorea argentifolia (Meranti Merah Gelap atau Dark Red Meranti), Shorea balanocarpoides (Meranti Putih), Shorea blumutensis (Meranti Kuning), Shorea bracteolata (Meranti Putih), Shorea dasyphylla (Meranti Putih), Shorea domatiosa, Shorea elliptica, Shorea faguetiana (Damar Siput), Shorea falcifera, Shorea glauca (Balau Bunga), Shorea gratissima, Shorea leprosula (Meranti Tembaga atau Tengkawang), Shorea maxwelliana, Shorea obscura, Shorea ovata, Shorea pauciflora (Tengkawang), Shorea platyclados, Shorea teysmanniana.
  • Nepenthes Sp (Kantong Semar). Terdapat 3 spesies kantong semar (Nepenthes) yang tergolong sebagai tanaman langka dengan status Endangered (Terancam), yaitu: Nepenthes boschiana, Nepenthes pilosa, dan Nepenthes talangensis
    Kawoli atau Alloxylon brachycarpum
    Kawoli atau Alloxylon brachycarpum (Gambat nsw.gov.au)
  • Kawoli (Alloxylon brachycarpum). Sejenis tanaman hias, tumbuh di Indonesia (Papua, Maluku) dan Papua New Guinea.
  • Bintangur (Calophyllum insularum). Sejenis Kosambi atau Nyamplung (Calophyllum inophyllum) Endemik Papua.
  • Canarium kipella. Sejenis Kacang Kenari endemik Jawa Barat.
  • Maple Silkwood (Flindersia pimenteliana). Indonesia (Papua), Australia, dan Papua New Guinea
  • Kokoleceran atau Resak Banten (Vatica bantamensis). Endemik Ujung Kulon, Banten.
  • Nothofagus womersleyi; endemik Papua.
  • Nyatoh (Manilkara kanosiensi); Indonesia (Maluku) dan Papua New Guinea.
Selain yang terdaftar dalam status konservasi Extinct in the Wild, Critically Endangered, dan Endangered di atas, masih banyak tanaman Indonesia lainnya yang juga langka dan terancam punah meskipun dengan status konservasi yang lebih rendah.
Sebagai contoh tanaman langka yang berstatus vulnerable adalah Kalapia (Kalappia celebica), Kayu Susu (Alstonia beatricis), Tualang (Koompasia grandiflora) dan Kayu hitam, eboni (Diospyros celebica). Tumbuhan berstatus Least Concern seperti Palem Raja (Caryota no) dan Palem Nipa (Nypa fruticans). Dan Tumbuhan yang berstatus Near Threatened seperti Korma Rawa (Phoenix paludosa).

7 Puncak Tertinggi di Indonesia (The Seven Summits of Indonesia)

0 komentar

Bedanya, ke-7 gunung ini ada di Indonesia dan merupakan puncak-puncak paling tinggi di 7 pulau dan kepulauan utama Indonesia. Tujuh pulau atau kepulauan utama tersebut adalah Papua, Kalimantan, Jawa, Sumatera, Sulawesi, kepulauan Maluku, dan kepulauan Nusa Tenggara (Bali dan Nusa Tenggara).
Artikel tentang 7 Puncak Tertinggi di Indonesia ini Alamendah copy dari situs highcamp.info dengan beberapa penyesuaian. Langsung saja inilah The Seven Summits of Indonesia atau Tujuh Puncak Tertinggi 
 di Indonesia.

 Cartenzs Pyramid
  • Cartenzs Pyramid Pegunungan Sudirman; Puncak tertinggi di Pulau Papua
Puncak gunung tertinggi di pulau Papua adalah Cartenzs Pyramid dengan ketinggian 4.884 m dpl. Puncak Carstenzs yang biasa disebut juga Puncak Jaya merupakan bagian dari Pegunungan Maoke (Barisan Sudirman) yang terdapat di provinsi Papua. Letaknya berada di kordinat 04º 03′ 48″ LS 137º 11′ 09″ BT, Puncak Jaya merupakan puncak tertinggi di Indonesia dan juga masuk kedalam salah satu Seven Summit di tujuh benua dunia versi Reinhold Messne. Rute pendakian termudah bisa melalui Ilaga (jalur utara) atau Singa dan Tembagapura (jalur selatan).

 Gunung Binaiya
  • Gunung Binaiya; Puncak tertinggi di Kepulauan Maluku
Puncak gunung tertinggi di kepulauan Maluku adalah puncak Gunung Binaiya (Binaia) dengan ketinggian 3.027 m dpl. Dan. Gunung tidak berapi ini terletak di pulau Seram dalam wilayah Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Tepatnya pada koordinat 3° 10′ LS dan 129° 28′ BT. Rute pendakian kepuncaknya bisa 
 dimulai dari desa Kanike.

Puncak Rantemario
  • Puncak Rantemario Gunung Latimojong; Puncak tertinggi di Pulau Sulawesi
Puncak gunung tertinggi di pulau Sulawesi dipegang oleh gunung Latimojong dengan puncak tertingginya bernama Rante Mario memiliki ketinggian 3.478 m dpl. Pegunungan Latimojong yang merupakan gunung tidak berapi ini berada di kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, pada koordinat 3° 22′ 54″ LS 120° 1′ 43″ BT. Rute pendakiannya bisa dimulai dari desa Karangan. Sumber lain menyatakan puncak tertinggi adalah 
 Rantekombola yang berada berdekatan dengan Rantemario.

 Gunung Bukit Raya
  • Gunung Bukit Raya; Puncak tertinggi di Pulau Kalimantan
Puncak gunung tertinggi di Kalimantan sebenarnya adalah gunung Kinabalu namun gunung tersebut berada di wilayah Malaysia. Sedang puncak tertinggi dalam “The Seven Summits of Indonesia” dari kalimantan adalah Gunung Bukit Raya dengan ketinggian 2.278 m dpl. Gunung tidak berapi yang merupakan bagian dari Muller Schwaner ini terletak di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah pada koordinat 112º 07′ BT dan 00º 24′ LS. Rute pendakian bisa dimulai dari Nanga Popai, Kalimantan Barat. 

Gunung Rinjani
  • Gunung Rinjani; Puncak tertinggi di Kepulauan Nusa Tenggara dan Bali
Puncak tertinggi di Bali dan Nusa Tenggara adalah Gunung Rinjani dengan ketinggian 3.726 m dari permukaan laut. Gunung berapi ini berada di pulau Lombok propinsi Nusa Tenggara Barat pada koordinat 8° 25′ LS 116° 28′ BT. Rute pendakian bisa dimulai dari desa Sembalunlawang. 

Puncak Mahamer Gunung Rinjani
  • Puncak Mahameru Gunung Semeru; Puncak tertinggi di Pulau Jawa
Puncak tertinggi di pulau Jawa adalah Puncak Mahameru yang merupakan puncak dari Gunung Semeru dengan ketinggian 3.676 m dpl. Gunung ini berada di propinsi Jawa Timur di antara wilayah Kabupaten Malang dan Lumajang, dengan posisi geografis antara 8° 6′ 28″ LS, 112° 55′ 12″ BT. Rute pendakian 
gunung dapat dimulai dari Desa Ranupane.  

Gunung Kerinci
  • Puncak Indrapura Gunung Kerinci; Puncak tertinggi di Pulau Sumatera
Puncak Gunung tertinggi di pulau Sumatera adalah Puncak Indrapura di Gunung Kerinci dengan ketinggian 3.800 m dpl. Gunung berapi ini Berada di perbatasan propinsi Sumatera Barat dan Jambi pada lintang 10°45,50′ LS dan 1010°160′ BT. Gunung ini bisa didaki dari rute di desa Kersik Tuo.

10 Pulau Terindah di Indonesia ✽

0 komentar

1. Pulau Bali ✽


2. Kepulauan Raja Ampat ✽


3. Pulau Komodo ✽


4. Pulau Lombok ✽


5. Pulau Karimun Jawa ✽


6. Pulau Bunaken ✽


7. Pulau Sempu ✽


8. Pulau Derawan ✽


9. Pulau Cubadak ✽


10. Pulau Belitung ✽


Teknik Telusur Gua (Caving)

0 komentar
I. PENDAHULUAN
1. Definisi Telusur Gua
Kegiatan di alam bebas semakin berkembang. Mendaki gunung sudah sangat dikenal, meniti tebing terjal, bahkan menginjak puncak gunung es atau salju kini bukan lagi merupakan suatu impian. Ada satu kegiatan lain di alam bebas yang mulai berkembang, yaitu Telusur Gua.
Jika bentuk kegiatan di alam bebas kebanyakan dilakukan di alam terbuka, tidak demikian halnya dengan telusur gua ; kegiatan ini justru dilakukan di dalam tanah.
Telusur Gua atau Caving berasal dari kata cave, artinya gua. Menurut Mc Clurg, cave atau gua bearti “ruang alamiah di dalam bumi”, yang biasanya terdiri dari ruangan-ruangan dan lorong-lorong.
Aktivitas Caving diterjemahkan sebagai ‘aktivitas penelusuran gua’. Setiap aktivitas penelusuran gua, tidak lepas dari keadaan gelap total. Justru keadaan seperti ini yang menjadi daya tarik bagi seorang caver, sebutan untuk seorang penelusur gua. Petualangan di lorong gelap bawah tanah menghasilkan pengalaman tersendiri. Perasaan ingin tahu yang besar bercampur dengan perasaan cemas karena gelap total. Ada apa dalam kegelapan itu ? membahayakankah ? adakah kehidupan di sana ? Pertanyaan lebih jauh bagaimana lorong-lorong itu terbentuk ? Pertanyaan yang kemudian timbul, kemudian berkembang menjadi pengetahuan tentang gua dan aspeknya, termasuk misteri yang dikandungnya. Maka dikenal istilah “speleologi”. Ruang lingkup ilmu pengetahuan ini tidak hanya keadaan fisik alamaiahnya saja, tetapi juga potensinya; meliputi segi terbentuknya gua, bahan tambang, tata lingkungan, geologi gua, dan segi-segi alamiah lainnya.
Kalau sebagian orang merasa enggan untuk mendekati “lubang gelap mengangga”, maka para penelusur gua justru masuk kedalamnya, sampai berkilo-kilometer jauhnya. Lubang sekecil apapun tak luput dari perhatiannya, jika perlu akan ditelusuri sampai tempat yang paling dalam sekalipun.
Mc. Clurg mencatat, setiap penelusuran gua tidak menginginkan lorong yang ditelusurinya berakhir, mereka mengharapkan di setiap kelokan di dalam gua dijumpai lorong-lorong yang panjangnya tidak pernah disaksikan oleh siapapun sebelumnya. Sehingga apabila orang bertanya, “ Mengapa mereka memasuki gua ?”, barangkali catatan Norman Edwin adalah jawabannya, “ Adalah suatu kepuasan bagi seorang penelusur gua bila lampu yang dibawanya merupakan sinar pertama yang mengungkapkan sebuah pemandangan yang menakjubkan di bawah tanah”.
2. Sejarah Penelusuran Gua
Sejarah penelusuran gua dimulai di Eropa sejak 200 tahun lalu. Eksplorasi pertama tercatat dalam sejarah adalah tanggal 15 Juli 1780, ketika Louis Marsalliers menuruni gua vertikal Fairies di Languedoc, Perancis. Kemudian pada tanggal 27 Juni 1888, seorang ahli hukum dari Paris bernama Eduard Alfred Martel mengikuti jejak Marssalliers. Penelusurannya kali ini direncanakan lebih matang dengan menggunakan peralatan lengkap seperti katrol, tangga gantung, dan perahu kanvas yang pada waktu itu baru diperkenalkan oleh orang-orang Amerika. Bahkan telephone yang baru diperkenalkan digunakan untuk komunikasi di dalam tanah. Usaha Martel ini dianggap sebagai revolusi di bidang penelusuran gua, sehingga ia disebut sebagai “Bapak Speleologi Modern”.
Prestasi Martel juga dalam hal memetakan gua yang merupakan kewajiban seorang penelusur gua ketika ia melakukan eksplorasi gua ketika ia melakukan eksplorasi gua. Antara tahun 1888-1913, Martel telah banyak memetakan gua dalam setiap penelusurannya, ini digunakan untuk kepentingan ilmiah, dan untuk merekam kedalaman serta panjang gua-gua tersebut.
Ketika Perang Dunia II selesai, kegiatan penelusuran gua memunculkan kembali dua orang tokoh ; Robert de Jolly dan Norman Casteret. De Jolly merupakan pembaharu di bidang peralatan peralatan penelusuran gua, seperti tangga gantung dari aluminium dan perahu kanvas yang lebih sempurna. Penemuan ini mejadi standar bagi para penelusur gua sampai 50 tahun kemudian. Sedangkan Casteret menjadi pioneer di bidang “cave diving”. Usahanya ini dilakukan pada tahun 1922, ketika Casteret pertama kali menyelami lorong-lorong yang penuh air di gua Montespan tanpa bantuan peralatan apapun. Karangan-karangan Casteret antara lain “My Cave” dan “Ten Years Under Ground”, yang kemudian menjadi buku pegangan bagi para penggemar cave diving dan ahli speleologi.
Kebanyakan penelusur gua memulai kegiatannya sebagai pemanjat tebing, karena memang kegiatan yang dilakukan hampir serupa. Para pemanjat tebing pula yang memberi inspirasi bagi perkembangan penelusuran gua. French Alpine Club, sebuah perkumpulan pendaki gunung ternama di Eropa telah mengadakan ekspedisi bawah tanah, dan untuk pertama kalinya menggunakan tali sebagai pengganti tangga gantung. Kelompok ini pula yang mencipatakan rekor penurunan gua vertikal sedalam 608m.
Sejarah penelusuran gua sejalan dengan sejarah penelitian gua (speleologi), kedua kegiatan ini tak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Hal inilah yang dilakukan oleh Eduard Martel, Robert de Jolly, Norman Casteret dan banyak lagi penelusur gua di seluruh dunia.
II. TERJADINYA GUA DAN JENISNYA
Dua unsur penting yang memegang peran terjadinya gua, yaitu rekahan dan cairan. Rekahan atau lebih tepat disebut sebagai “zona lemah”, merupakan sasaran bagi suatu cairan yang mempunyai potensi bergerak keluar. Cairan ini dapat berupa larutan magma atau air. Larutan magma menerobos ke luar karena kegiatan magmatis dan mengikis sebagian daerah yang dilaluinya. Apabila kegiatan ini berhenti, maka bekas jejaknya (penyusutan magma cair) akan meninggalkan bentuk gua, lorong, celah atau bentuk lain semacamnya. Ini sering disebut gua lava, biasanya di daerah gunung berapi.
gambar 1. proses terbentuknya gua
Proses yang terjadi terhadap batuan yang dilaluinya, tidak hanya proses mekanis, tetapi juga proses kimiawi. Karenanya, dinding celah atau gua, biasanya mempunyai permukaan yang halus dan licin.
Pembentukan gua lebih sering terjadi pada jenis batuan gamping, karst, dengan komposisi dominan Kalsium Karbonat (CaCO3), disebut gua batu gamping. Batuan ini sangat mudah larut dalam air, bisa air hujan atau air tanah. Oleh karenanya, reaksi kimiawi dan pelarutan dapat terjadi di permukaan dan di bawah permukaan. Tetapi sering kali ditemukan juga mineral-mineral hasil reaksi yang tidak larut di dalam air, misalnya kuarsa dan mineral ‘lempung’. Lazimnya bahan-bahan ini akan membentuk endapan tersendiri. Sedangkan larutan jenuh kalsium, di tempat yang tidak terpengaruh oleh tenaga mekanis, diendapkan dalam bentuk kristalin, antara lain berupa stalagtit dan stalagmit, yang tersusun dari mineral kalsit, dan variasi-variasai ornamen gua lainnya yang menarik untuk dilihat.
Air cenderung bergerak ke tampat yang lebih rendah. Sama dengan yang terjadi di bawah permukaan. Sama dengan yang terjadi di bawah permukaan. Hal ini berakibat daya reaksi dan pengikisan bersifat kumulatif. Tidak heran betapapun kecilnya sebuah celah tempat masuknya air di permukaan dapat menyebabkan hasil pengikisan berupa rongga yang besar, bahkan lebih besar di tempat yang lebih dalam. Rongga yang terbentuk mestinya berhubungan pula, hal ini mungkin karena sifat air yang mudah menyusup ke dalam celah yang kecil dan sempit sekalipun.
Ukuran besarnya gua tidak hanya tergantung pada intensitas proses kimiawi dan pengikisan yang berlangsung, akan tetapi juga ditentukan oleh jangka waktu proses itu berlangsung. Sedangkan pola rongga yang terjadi di bawah permukaan tidak menentu. Seandainya ditemukan pola rongga yang spesifik (mengikuti arah tertentu) maka dapat diperkirakan faktor geologi ikut berperan, misalnya adanya sistim patahan atau aspek geologis lainnya.
gambar 2. proses pembentukan stalaktit
Selain jenis lava dan batu gamping yang dapat menyebabkan terjadinya gua, jenis batu pasir juga kadang-kadang memungkinkan terjadinya gua, demikian pula batuan yang membentuk lereng curam di tepi pantai. Kedua jenis batuan yang terakhir ini, biasanya mengakibatkan terjadinya gua yang tidak begitu dalam. Tenaga yang mempengaruhinya adalah tenaga mekanis berupa hantaman air atau hempasan ombak. Gua yang terjadi di sini disebut gua laut.
Di dalam proses pembentukan lorong ada banyak sekali kemungkinan bentuk, termasuk juga pembentukan apa yang kemudian kita sebut sebagai ornamen gua atau speleothem, beberapa ornamen yang memiliki sifat sama diberi nama; diantaranya;
gambar 3. stalaktit dan straw
1. Aragonite : Crystalline / cristal yang terbentuk dari CaCO3, jarang dijumpai.
2. Flow Stone : Kalsit (Calsite) yang terdeposisi (diendapkan) pada dinding lorong gua.
3. Gours : Kumpulan kalsit yang terbentuk di dalam aliran air atau kemiringan tanah. Aliran ini mengandung banyak CO2. Semakin CO2 memuai (menguap), kalsit yang terbentuk semakin banyak.
4. Helectite : Formasi gua yang timbul dengan sudut yang berlawanan dari gaya tarik bumi. Biasanya melingkar.
5. Marble : Batu gamping yang mengalami perubahan bentuk dimetamorfasekan oleh panas dan tekanan sehingga merubah struktur yang unik dari batu tersebut.
6. Stalactite : Formasi kalsit yang menggantung
7. Stalacmite : Formasi kalsit yang tumbuh ke atas, di bawah atap stalactite.
8. Straw : seperti stalactite tapi diameternya kecil, sebesar tetasan air.
9. Styalalite : Garis gelombang yang terdapat pada potongan batu gamping.
10. Pearls : Kumpulan batu kalsit yang berkembang di dalam kolam di bawah tetesan air. Disebut pearls karena bentuknya mirip mutiara.
11. Curtain : Endapan yang berbentuk seperti lembaran yang terlipat, menggantung di langit-langit gua atau di dinding gua.
12. Column
13. Couli Flower
14. Rimstone Pool : Berbentuk seperti bendungan yang berbentuk ketika terjadi pengendapan air, CO2-nya menghilang dan menyisakan kalsit yang bersusun-susun.
gambar 4. curtain, rimestone pool, pearl cave
III. ETIKA DALAM PENELUSURAN GUA
Penelusuran gua merupakan kegiatan kelompok, karenanya dalam setiap penelusuran tidak dibenarkan seorang diri. Jumlah minimal untuk sebuah eksplorasi gua adalah 4 orang. Hal ini didasarkan atas pertimbangan, jika terjadi kecelakaan pada salah seorang anggota kelompok, satu orang dibutuhkan untuk menjaganya, sedangkan dua lainnya mempersiapkan pertolongan (rescue), atau kalau tidak mungkin, cari pertolongan kepada penduduk.
Sebelum memasuki gua, hal yang harus dilakukan adalah meninggalkan pesan kepada orang lain tentang : tujuan gua yang akan dimasuki, jumlah penelusur, lama kegiatan, bagian gua yang akan dimasuki, dan lain-lain. Kemudian tinggalkan seorang pengamat di luar gua. Orang ini akan sangat berguna untuk memberi peringatan, jika terjadi sesuatu di luar gua, misalnya hujan lebat yang dapat mengakibatkan banjir dalam gua. Kalau tidak mungkin, pelajarilah keadaan cuaca terakhir di daerah tersebut, juga disiplin waktu yang disepakati.
Hal lain yang harus diperhatikan, yaitu membawa makanan dan minuman. Paling penting kondisi badan harus selalu fit di saat melakukan penelusuran gua. Sikap yang baik, menyadari kemampuan diri sendiri dan tidak memaksakan diri untuk menelusuri gua, jika kondisi atau kemampuan tidak memungkinkan.
Satu hal yang harus diresapi dan disadari oleh setiap penelusur gua yaitu masalah “konservasi”. Jangan mengambil apapun, jangan meninggalkan apapun dan jangan bunuh apapun. Setiap buangan yang ditinggalkan akan merusak lingkungan biologis gua yang sangat rapuh, misalnya sampah karbit. Bawalah semua sampah-sampah ke luar gua dan buang ke tempat pembuangan sampah. Setiap kerusakan yang ditimbulkan oleh penelusur adalah tindakan tercela, karena untuk merusakkan benda-benda dalam gua misalnya stalagmit dan stalagtit hanya butuh beberapa detik saja, sedangkan proses pembentukan benda-benda tersebut membutuhkan waktu ribuan bahkan jutaan tahun.
Jika prinsip-prinsip di atas disadari dan dilaksanakan oleh penelusur gua, maka semboyan: take nothing but picture, leave nothing but footprint, kill nothing but time, terasa semakin berarti.
IV. TEKNIK DALAM PENELUSURAN GUA
IV.1. Penelusuran Gua Horisontal
Pada dasarnya setiap penelusur gua, harus memulai perjalanannya dalam kondisi tubuh fit . Malah dalam sebuah buku teks disebutkan , apabila badan terasa kurang fit, sebaiknya perjalanan eksplorasi gua dibatalkan (etika penelusuran gua). Hal ini disebabkan karena udara di dalam gua sangat buruk, penuh deposit kotoran burung dan kelelawar, ditambah kelembaban yang sangat tinggi. Mudah sekali dalam kondisi demikian seorang penelusur gua terserang penyakit paru-paru, beberapa pioneer penelusur gua menghentikan kegiatan eksplorasinya karena terserang penyakit ini.
Selain memerlukan kondisi tubuh yang baik, seorang penelusur gua sedikit banyak harus harus memiliki kelenturan tubuh dan yang terpenting tidak cepat menjadi panik dalam keadaan gelap dan sempit. Bentuk tubuh juga mempengaruhi kecepatan gerak seorang penelusur gua. Penelusur Gua ideal adalah yang memiliki badan relatif kecil meskipun belum tentu menjadi jaminan akan menjadi penelusur handal.
Dalam penelusuran horisontal, kita lakukan gerak, jalan membungkuk, merangkak, merayap, tengkurap, dan kadang terlentang, menyelam serta berenang. Dengkul dan ujung siku merupakan sisi penting buat seorang penelusur atau caver.
Peralatan pribadi untuk gua horisontal
1. Helm
2. Caving sling
3. Cover all
4. Caving pack sack
Peralatan tim untuk gua horisontal
1. Perahu karet
2. Tali
3. Kamera
4. Kompas
5. Topofil
IV.2 Penelusuran Gua Vertikal
Sampai dengan saat ini, ada beberapa sistem yang digunakan dalam penelusuran gua vertikal. Yang dianggap terbaik karena efektifitasnya adalah Single Rope Technique (SRT).
SRT hanya menggunakan satu tali tunggal, dan menggunakan prinsip pemindahan beban ketika menaiki tali tersebut, sehingga menggunakan dua alat naik.
IV.2.1 Peralatan Penelusuran Gua Vertikal
Disini hanya akan dibahas mengenai peralatan yang digunakan untuk keperluan SRT, dan sedikit alternatifnya.
A. Peralatan Pribadi
Perlengkapan/peralatan yang disebutkan di bawah ini merupakan perlengkapan yang harus melekat pada seorang penelusur gua pada saat melakukan penelusuran gua vertikal. Secara garis besar peralatan yang harus dikenakan pribadi dibagi menjadi 3, yaitu alat untuk naik, alat untuk turun dan peralatan penunjang.
Peralatan Naik (ascender)
Ada beberapa jenis peralatan yang dapat dikategorikan dalam ascender, yang memiliki keistimewaan apabila terbeban akan semakin mengunci ke tali.
1. Foot Loop Jammer
Alat ini akan digunakan oleh tangan untuk menarik beban badan, dihubungkan dengan webbing ke sit harness, sehingga juga menjadi pengaman kita. Pada alat ini ditempatkan foot-loop (sling injak) dan security link (tali pengaman). Alat ini menggunakan gigi-gigi runcing untuk mencengkram mantel dari tali, sehingga semakin terbeban akan semakin mengunci ke tali. Yang biasa digunakan sebagai Foot Loop Jammer adalah Jumar produksi Petzl, yang memiliki dua warna, kuning untuk tangan kiri, dan biru untuk tangan kanan. Ada beberapa jenis ascender lain yang memiliki bentuk dan fungsi hampir sama dengan Jumar Petzl, diantaranya CMI Jammer.
2. Chest Jammer
Alat untuk naik yang prinsipnya hampir sama dengan Jumar, namun bentuknya lebih ringkas (tidak ada pegangan untuk tangan), dan dihubungkan langsung dengan Sit Harness dan Chest Harness, selain sebagai alat naik, juga berguna untuk menjaga agar badan tetap sejajar dengan tali. Chest Jammer keluaran Petzl biasa disebut Croll yang memang sudah dirancang untuk kepentingan SRT.
Jumar dan Croll merupakan dua alat utama yang digunakan dalam SRT, ketika badan kita menggunakan Croll sebagai pengaman, dalam artian beban kita bergantung di Croll, tangan kita dapat menggunakan Jumar untuk menambah ketinggian.
Peralatan Turun (Descender)
1. Figure Of Eight
Dapat digunakan sebagai alat turun, namun dalam SRT hal ini tidak dianjurkan, mengingat Figure Of Eight mengandalkan friksi dengan tali dengan cara membelokkan arah tali, sementara tali yang digunakan di SRT adalah Tali Statis yang akan lebih mudah rusak apabila arah gayanya diubah.
2. Bobin Descender
Alat yang dikeluarkan Petzl ini, dikhususkan penggunaannya untuk menuruni tali pada SRT, yang digunakan adalah Bobin Single Rope. Bobin digunakan oleh orang yang sudah terbiasa menuruni tali dengan SRT, karena tidak memiliki kunci pengaman, kontrol kecepatan diatur oleh tangan kita.
3. Rack
Rack memiliki batang-batang yang dapat dirubah posisinya, untuk mengatur friksi antara alat dengan tali, hal ini akan mempengaruhi kecepatan. Rack akan relatif lebih dingin setelah pengunaan jangka panjang.
4. Auto Stop Descender
Auto Stop merupakan alat turun yang paling aman untuk digunakan dalam melakukan SRT. Hal ini karena Auto Stop dilengkapi dengan sistem kunci otomatis, dan dapat dipasang tanpa melepaskannya dari kaitan ke harness.
Peralatan Penunjang
Merupakan peralatan yang juga harus dikenakan ketika melakukan SRT, yang digambarkan disini adalah prinsip-prinsipnya, bisa digunakan benda lain dengan prinsip sama
1. Sit Harness
Ada berbagai jenis Sit Harness, untuk keperluan SRT Petzl khusus mengeluarkan Avanti. Sit Harness ini berbeda dengan harness untuk keperluan memanjat ataupun canyoning. Avanti dapat diubah ukurannya sesuai dengan badan kita, karena dalam melakukan SRT, ukurannya harus benar-benar tepat agar terasa nyaman.
2. Linking Maillon
Semacam karabiner tetapi tidak memiliki sebuah gate (pintu dengan per). Maillon sangat kuat, terdiri dari berbagai tipe dan ukuran. Linking Maillon gunanya sebagai penghubung foot-loop jammer dengan foot-loop dan safety link. Alternatif lain dapat menggunakan small oval screwgate carabiner.
3. Foot Loop
Atau tangga, digunakan waktu naik meniti tali. Foot loop merk “Camp” dapat dipanjang dan pendekkan sesuai dengan keperluan. Alternatif lain memakai etrier atau sling.
4. Security Link
Disebut juga “safety link”, gunanya sebagai safety pada waktu naik. Terbuat dari Dynamic Climbing Rope, berdiameter 9mm. Panjangnya sejangkau tangan atau lebih. Pada kedua ujungnya dibuat “figure of eight knot”. Ujung pertama di foot loop jammer dan ujung lainnya di attachment pada sit harness. Bisa juga menggunakan webbing.
5. Chest Harness
Merupakan harness khusus di dada. Bentuknya seperti angka delapan. Chest harness berguna untuk menempatkan “petzl croll” waktu naik, sehingga badan tetap sejajar dengan tali. Figure of eight chest harness merupakan perlengkapan standar. Alternatif lain memakai sling/chest strap.
6. Main Attachment
Delta maillon 10mm adalah main attachment. Terbuat dari baja (steel) atau aluminium. Main attachment merupakan tempat utama untuk berbagai kaitan/sangkutan. Selain untuk mengunci sit harness, delta maillon juga untuk mengkaitkan croll, security link, cow’s tail dan descender. Untuk posisi main attachment tidak pernah digunakan carabiner.
7. Cow’s tail
Sebagai pengaman pada saat melewati sambungan tali dan pindah anchor, waktu menuruni tali atau menaiki tali. Cow’s tail dapat dibuat dari “climbing rope 11mm”. Panjangnya kemudian dilipat dua tidak sama panjang. Masing-masing ujungnya dibuat figure of eight knot juga bagian tengahnya, bagian yang membagi dua. “loop” pada bagian tengah ini dikaitkan pada delta maillon.
8. Karabiner
Oval karabiner digunakan untuk cow’s tail sedangkan oval screw gate karabiner untuk descender. Pada umumnya dalam penelusuran gua vertikal digunakan ‘oval screw gate carabiner’.
9. Helmet
Merupakan perlengkapan vital dan wajib dikenakan oleh para penelusur gua. Gunanya untuk melindungi kepala dari kemungkinan terbentur atau tertimpa batu. ‘Petzl helmet’ diperlengkapi dengan lampu karbit.
gambar 8. peralatan pribadi SRT
B. Perlengkapan Tim
1. Tali
Tali yang dipakai dalam penelusuran gua vertikal, harus mempunyai karakteristik sebagai berikut : kuat, memiliki daya tahan terhadap gesekan, daya lentur kecil dan dapat menyerap kejut. Speleo rope memenuhi syarat ini. Biasanya, spleleo rope yang dipakai berdiameter 9,5 mm sampai 11 mm.
Pemeliharaan :
Untuk memperpanjang umur tali, jauhkan dari asam (acid), alkali, hindarkan dari kemungkinan gesekan dengan batu, atau gunakan “rope pad” (alas tali). Cucilah tali setelah digunakan, tetapi jangan memakai sabun, pakailah sikat halus. Jemur tali di tempat teduh da berangin, jangan sekali-kali menjemur di panas matahari.
2. Webbing
Disebut juga tape (pita) terbuat dari nilon. Digunakan untuk membuat harness, anchor, dan lain-lain.
3. Perlengkapan lainnya
Perlengkapan lain yang diperlukan seperti tas untuk membawa tali (rucksack, tackle bag), juga untuk membawa perlengkapan lainnya. Alat penerangan seperti lampu batre, lampu karbit, atau lainnya. Sebaiknya membawa batre atau karbit cadangan. Untuk membawa karbit dapat digunakan ban dalam mobil atau motor.
Untuk mengarungi sungai di dalam gua diperlukan perahu karet khusus.
IV.2.2 Tali Temali (Knots)
Merupakan pengetahuan dasar yang wajib diketahui oleh penelusur gua. Simpul-simpul yang biasa digunakan di dalam penelusuran gua, yaitu:
1. Bowline
Digunakan untuk membuat anchor karena sifatnya yang semakin mengikat apabila mendapat beban. Bowline juga digunakan dalam teknik rescue. Waktu membuat simpul ini, ujung tali harus overhand knot.
gambar 9. Bowline dan Figure of 8
2. Figure of eight
Merupakan simpul yang paling penting karena sering digunakan. Mudah membuatnya dan melepaskannya. Dipakai untuk membuat anchor, sebagai tali belay dan untuk menyambung tali.
3. Tape knot
Simpul ini digunakan untuk menyambung webbing dengan menggabungkan kedua ujungnya. Tidak ada simpul lain untuk keperluan tersebut.
4. Butterfly knot
Berfungsi untuk mengikat tali yang patah sehingga tidak terbeban. Simpul ini untuk tali dengan beban vertikal.
5. Prusik knot
Untuk prusikking (naik tali dengan bantuan prusik)
gambar 10. Tape Knot dan Prusik Knot
IV.2.3 Sistim Anchor
Anchor merupakan sebuah “titik keamanan”. Anchor yang baik, menjamin keselamatan penelusur gua, saat menuruni sumuran (potholing) maupun pada saat kembali naik. Dalam verical caving dikenal sistim “back up” dengan menggunakan beberapa titik (point). Selain untuk keamanan juga agar tali tergantung bebas (hang belay) , guna menghindari gesekan batu.
Kegunaan lain anchor adalah , untuk membelay dan untuk keperluan tertentu, seperti hauling, lowering, rescue dll.
Ada dua macam sistim anchor, yaitu :
1. Anchor Alam (Natural Anchor)
Natural Anchor relatif sangat kuat, dengan memanfaatkan batu, pohon dan lain-lain. Caranya dengan melingkarkan sling pada batu atau pohon. Dapat juga langsung menggunakan tali, dengan simpul bowline.
gambar 11. Natural Anchor dan Artificial Anchor
2. Artificial Anchor
Dinding gua biasanya tidak mempunyai rekahan, polos dan licin. Karenanya dibuat anchor buatan. Dalam vertikal caving, dapat menggunakan ‘bolt’, sedangkan piton dan chock jarang digunakan. Dua hal yang sangat penting untuk diperhatikan :
2. 1 Posisi Anchor : Posisi yang benar akan menghindarkan tali dari gesekan batu
2.2 Periksa keadaan dinding gua sebelum dipasang anchor, dengan cara mengetukkan hammer ke dinding gua. Bunyi gaung yang hampa menandakan batu yang rapuh.
gambar 12. rigging the rope
IV.2.4 Abseiling (teknik menuruni tali)
Dengan sistem SRT, teknik menuruni menjadi sangat mudah dan nyaman, dibandingkan dengan penggunaan tangga gantung yang rumit. Yang harus diingat ialah ketika melakukan SRT badan kita harus selalu berada dalam kondisi aman, dalam artian ada paling tidak satu buah pengaman yang menjaga apabila terjadi sesuatu. Dalam hal ini, pengaman yang paling terakhir dilepas dan paling awal dipasang adalah Cow’s Tail.
Cara menuruni tali :
Pertama pasang cow’s tail pada back up belay, kemudian pasang tali pada descender. Setelah descender terpasang, lepaskan cow’s tail dan lakukan abseiling. Tangan kiri pada descender, sedangkan tangan kanan memegang tali bawah sebagai kontrol laju pada waktu turun.
Kecepatan waktu abseiling sebaiknya konstan, jangan terlalu cepat atau tersendat-sendat selain berbahaya juga akan merusak tali. Untuk mengurangi laju percepatan gunakan carabiner untuk menambah friksi. Carabiner ini dikaitkan pada main attachment. Sebelum melakukan abseiling, jangan lupa membuat simpul pada ujung tali.
gambar 12. memasang dan mengunci autostop
Pindah Anchor (passing a re-bellay on the descend)
Seringkali pada saat penelusuran gua harus memasang anchor lebih dari satu. Untuk dapat melewati anchor waktu turun atau naik, diperlukan pengetahuan atau teknik pindah anchor.
Teknik pindah atau melewati anchor :
- Pasang cow’s tail pendek pada anchor, pada saat posisi descender sejajar dengan anchor.
- Turun lagi sampai beban ada pada cow’s tail pendek, pasang cow’s tail panjang pada hang belay, buka descender yang sudah bebas beban.
- Buka cow’s tail pendek dengan cara berdiri pada foot loop.
- Lanjutkan abseiling, lepaskan cow’s tail panjang dan lepas foot loop jammer.
Pindah Sambungan (Passing a knot on the descend)
Kadang-kadang tali yang digunakan untuk menuruni gua tidak cukup panjang dan harus disambung dengan tali lain agar dapat mencapai dasar.
Teknik melewati sambungan :
- Turunkan descender hingga menyentuh sambungan tali
- Pasang cow’s tail pada safety loop figure of eight
- Pasang chest jammer, croll pada tali di atas descender, jangan terlalu jauh atau terlalu dekat
- Buka descender dan pasang di tali bawah sambungan dengan posisi mengunci
- Buka croll, dengan bantuan foot loop
- Lanjutkan abseiling setelah melepas cow’s tail dan foot loop jammer.
IV.2.5 Prussiking (teknik menaiki tali)
Yaitu bagaimana supaya penelusur gua dapat tiba kembali ke permukaan. Dalam vertikal caving, telah dikembangkan berbagai teknik memakai tali dengan kelemahan dan kelebihannya.
Ada dua system, yaitu :
1. Rope Walking System
Ciri utama dari sistim ini adalah kedua kaki diikat pada ascender yang terpisah, sehingga setiap kaki dapat bergerak dengan bebas. Gerakan yang terlihat seperti seorang yang sedang menaiki tangga. Semakin tegak badan seseorang, semakin efisien sistim ini berjalan. Rope walking system terdiri dari Floating system, Basis Mitchell system, Pigmy system dan gabungan ketiganya.
gambar 13. sit-stand system
2. Sit-stand system
Berbeda dengan rope walking system, pada sistim ini tidak menggunakan dua ascender, tetapi cukup hanya satu ascender. Kedua kaki bergerak bersama, sehingga beban ditopang bersama. Keuntungannya kaki tidak cepat capai dan mudah untuk istirahat. Sit stand system terdiri dari frog system, inchworm system, texas system dan a one ascender prusik system. Dari keempat sistim, frog system paling sering digunakan karena efisien dan aman.
Frog system menggunakan satu jummar dan chest jammer croll di dada. Tangan kanan mendorong jumar ke atas, sehingga kedua kaki dalam foot loop berada dalam posisi terlipat. Pada posisi berdiri, croll ikut bergerak ke atas, sampai berada di bawah jummar. Demikian seterusnya.
Pindah anchor (passing a re-belay on the ascend)
Seperti pada abseiling, teknik melewati anchor waktu naik tidak banyak berbeda. Teknik melewati anchor :
- Pasang cow’s tail pada anchor
- Pindahkan foot loop jammer ke tali di atas anchor berdiri
- Berdiri di foot loop, buka croll dan pasang pada tali atas.
- Buka cow’s tail dan lanjutkan ascending.
Pindahan sambungan (passing a knot in the ascend)
- Pasang cow’s tail pada ‘safety loops’ figure of eight knot.
- Pindahkan foot loop jammer ke tali di atas sambungan.
- Berdiri di foot loop, buka croll dan pasang tali atas.
- Buka cow’s tail dan lanjutkan ascending.
V. KEMUNGKINAN KECELAKAAN YANG TERJADI
Sebagian besar kecelakaan yang terjadi di dalam gua, berasal dari kesalahan si penelusur sendiri. Dalam keadaan yang sangat gelap sering kali seorang penelusur melakukan kesalahan dalam menaksir jarak, sehingga sebuah lubang yang cukup dalam, terlihat dangkal. Tipuan ini menyebabkan ia merasa mampu untuk meloncat ke dalam lobang tersebut. Etikanya tidak diperkenankan melakukan lompatan apapun di dalam gua.
Tertimpa batu, merupakan kejadian yang sering terjadi, karena runtuhan alami akibat rapuhnya dinding gua atau akibat ketidaksengajaan si penelusur gua yang menyebabkan jatuhnya batuan dan menimpa penelusur lain. Helm menjadi wajib dikenakan untuk melindungi kepala.
Jenis kecelakaan yang lain, akibat buruknya atau tidak memenuhi syarat perlengkapan yang dipakai, misalnya tali putus, ascender tidak berfungsi. Oleh karena itu perawatan dan pemeliharaan alat-alat setelah digunakan mutlak dilakukan. Jangan ragu-ragu untuk memotong tali pada bagian yang terkoyak akibat gesekan, misalnya.
Bahaya banjir merupakan faktor penyebab utama kecelakaan lainnya. Demikian pula faktor suhu udara yang dingin, perlu diperhatikan terutama pada saat melakukan eksplorasi di gua yang basah.
Kejadian-kejadian di atas bukan tidak mungkin untuk dihindari, semuanya tergantung dari persiapan dan pengalaman yang dimiliki oleh penelusur gua.
VI. PEMETAAN
Dalam kegiatan penelusuran gua, pemetaan merupakan suatu hal yang penting, bahkan pemetaan dapat disebut sebagai aspek ilmiah dari suatu kegiatan yang bersifat petualangan. Meskipun sebenarnya banyak penelitian ilmiah yang dapat dilakukan di dalam gua, seperti penelitian Biologi, Geologi, Geomorfologi, Arkeologi, Hidrologi, Geografi, dan lain sebagainya. Tetapi sebenarnya pemetaan menduduki posisi yang paling penting. Boleh-boleh saja dalam penelusuran gua tidak melakukan penelitian Biologi atau Geologi atau yang lainnya, tetapi pemetaan merupakan hal yang wajib dikerjakan oleh seorang yang berpredikat ‘caver’.
Begitu penting pemetaan, sampai-sampai ada seorang teman dari jurusan Geografi yang menyatakan bahwa “sebuah peta lebih mempunyai banyak arti daripada seribu kata-kata”.
gambar 14. Peralatan pemetaan standar
Pemetaan merupakan bagian dari kegiatan yang bersifat perekaman atau pendokumentasian. Dalam hal ini adalah yang berhubungan dengan rekaman bentukan fisik gua, misalnya bentuk atau denah lorong, panjangnya, tingginya, keletakan ornamen, apa saja ornamennya, posisi aliran air, lumpur, sump, dan lain sebagainya.
Pemetaan sebuah gua merupakan salah satu upaya untuk mendokumentasikan gua tersebut, sehingga peta tersebut akan menjadi informasi untuk penelusur gua lainnya, ia akan mengetahui denah guanya, ukurannya, ornamen yang menghiasinya, dan lain sebagainya, jauh dari sebelum ia sendiri memasuki gua tersebut. Pemetaan juga memberikan informasi ilmiah yang berguna bagi penelitian ilmu pengetahuan. Peta gua juga berarti sebagai bukti seorang caver telah memasuki atau mengeksplorasi suatu gua.
VI.1. Peta Gua
Sebuah Peta Gua yang baik, akan dapat memberikan gambaran kepada orang yang membaca peta tersebut dengan mudah.
Sehingga sebuah peta gua harus Informatif, dan Komunikatif.
Dianggap informatif apabila, data-data yang perlu diketahui dapat ditemukan disini, dalam hal ini data-data yang dibutuhkan untuk sebuah kepentingan eksplorasi. Tentu akan berbeda dengan peta yang dibuat untuk kepentingan penelitian, atau wisata misalnya. Dan peta tersebut akan komunikatif apabila dalam hasil akhirnya tidak membingungkan orang yang membacanya, memiliki alur dan susunan yang jelas dan sesuai dengan aturan yang telah disetujui bersama.
Peta sebuah gua minimal menerangkan tentang;
1. Penampang Atas, atau denah lorong untuk menunjukkan bentukan, arah dan belokan lorong.
2. Penampang Samping, Irisan, atau Section untuk menunjukkan ketinggian lorong, dan kemiringan gua tersebut.
3. Simbol Ornamen, simbol-simbol yang telah disepakati untuk mewakili ornamen yang terdapat di dalam gua tersebut.
4. Potongan Stasiun, ditiap titik yang dijadikan sebagai pos atau stasiun digambarkan potongannya.
5. Data Gua, keterangan mengenai gua tersebut, namanya, letak geografis dan administratifnya, surveyornya, dan tanggal dilakukan survey untu pemetaan. Hal ini termasuk penting mengingat perubahan bentukan gua dapat terjadi setiap saat.
6. Skala, untuk menunjukkan perbandingan, biasanya digunakan skala batang karena lebih mudah untuk membayangkan keadaan sebenarnya.
7. Arah Utara Peta
8. Legenda, atau keterangan simbol.
Apabila sudah terdapat hal-hal tersebut, maka peta gua yang dibuat seharusnya sudah mampu memberikan informasi yang cukup bagi penelusur gua lainnya.
Sebuah peta gua tentunya juga memiliki tingkat akurasi yang berbeda-beda. Di dunia ada beberapa penilaian terhadap keakuratan tersebut, tergantung pada kesepakatan federasi masing-masing.
Saat ini, yang lazim digunakan di Indonesia adalah sistem grade yang digunakan di Eropa, yang memakai skala 1 sampai 6. Mengenai hal ini akan dijelaskan lebih lanjut di tahap pendalaman.
Untuk mendapatkan informasi yang akan dituangkan ke dalam peta gua, ada beberapa prosedur pemetaan yang harus dilakukan. Sekilas prosedur-prosedur ini akan tampak merepotkan ketika mengeksplorasi sebuah gua, namun sebenarnya kerepotan tersebut akan terbalas dengan hasil yang nantinya kita dapatkan.
tabel 1. contoh Field Note
VI.2. Alat-alat perlengkapan pemetaan
1. Drafting film atau Kodak Trace sejenis kertas kedap air, seperti kertas kalkir tetapi lebih tebal dan kedap air juga bisa dihapus jika menggunakan alat tulis pinsil.
2. Topofil, alat untuk mengukur jarak antara stasiun. Kalau tidak ada dapat juga dipakai rollmeter.
3. Alas tulis dan alat tulis (pinsil, penghapus, dan serutan)
4. Kompas, alat untuk mengukur sudut deviasi atau azimuth. Biasanya kompas Silva atau Suunto yang digunakan.
5. Clinometer, alat untuk mengukur kemiringan gua (turun atau naik) Suunto PM5/360 adalah Clinometer yang terbaik.
gambar 15. contoh simbol peta gua
VI.3. Prosedur Pemetaan
Prosedur pemetaan yang dimaksud disini adalah teknis pengambilan data untuk menghasilkan sebuah peta gua, data-data tersebut akan dicatat di sebuah catatan lapangan untuk kemudian diterjemahkan. Secara garis besar, pengambilan data dilakukan dengan membuat bentukan kasar gua yang dieksplorasi, dengan cara mengambil beberapa titik untuk dijadikan sebagai stasiun. Di stasiun-stasiun tersebutlah data-data direkam, diantaranya arah lorong, ketinggian lorong, kemiringan antara stasiun, tinggi langit-langit gua, lebar lorong dan keterangan lainnya.
Pemetaan dapat dilakukan oleh minimal dua orang, dimana satu orang menjadi leader yang memegang ujung alat ukur dan menentukan posisi stasiun, sementara orang kedua menjadi pencatat data yang memasukkan data ke dalam field note.
Leader, adalah orang yang berhak menentukan posisi stasiun. Satu titik dapat dijadikan stasiun karena beberapa sebab yaitu;
- Lorong yang dieksplorasi berubah arah
- Leader sudah tidak dapat terlihat oleh orang kedua
- Terdapat kemiringan yang ekstrim
- Terdapat perubahan bentukan lorong yang ekstrim
- Terdapat ornamen yang unik
- Jarak dengan stasiun terakhir sudah menjadi jarak maksimal untuk membuat peta dengan grade tertentu.
Satu hal yang mutlak diperhatikan adalah bahwa posisi leader harus masih terlihat oleh pencatat data.
Contoh catatan lapangan
Keterangan :
STS; Adalah nama stasiun, dapat dinamakan sesuai kehendak, misalnya A-B,B-C, atau 1-2,2-3, dll.
Jarak; adalah jarak antara stasiun yang satu dengan yang lainnya
Azim.; adalah sudut yang ditunjukkan oleh kompas antara satu stasiun dengan stasiun disepannya
Clino; adalah derajat kemiringan antar stasiun, biasanya + apa bila stasiun didepannya lebih tinggi, dan – bila stasiun didepannya lebih rendah.
Kanan dan Kiri; adalah jarak dari poros orang ke dinding gua kanan dan kiri.
Atas dan Bawah; adalah Tinggi dan kedalaman gua.
Keterangan; diisi dengan hal-hal khusus yang ditemui, seperti ornamen yang unik, keterangan mengenai bentukan lorong, dll
Selain itu dalam pemetaan, pencatat data juga membuat sketsa lorong dan irisan stasiun yang akan memudahkan pembuatan peta gua.
VI.4. Cara Kerja
1. Stasiun A biasanya pada mulut atau pintu masuk gua. Di sini berdiri pencatat data yang membawa kompas, clinometer dan catatan lapangan.
2. Leader membawa topofil atau rollmeter (ujung benang atau pita meter dipegang oleh Pencatat data) hingga tempat yang dianggap sebagai stasiun B
3. Pencatat data mencatat hasil pengukuran panjang, azimuth, clino juga mencatat lebar kiri dan kanan lorong pada stasiun A pada lembar catatan lapangan.
4. Pencatat data juga membuat sketsa denah lorong gua antara stasiun A dan stasiun B. Pekerjaan ini dapat dibantu dengan adanya benang atau pita meter yang memanjang antara stasiun A dan stasiun B. Pintu masuk juga dibuat denah dan irisannya.
5. Rekam dan catat juga atau ploting pada sketsa jika dijumpai hal-hal yang istimewa atau khusus, seperti adanya stalagmit yang besar atau adanya aliran air, flowstone, dsb.
6. Selanjutnya pencatat data menuju stasiun B dan surveyor 2 menuju stasiun C dan kembali melakukan pengukuran, pemetaan dan pembuatan sketsa denah.
7. Pada prakteknya dapat dilakukan bergantian
8. Jangan lupa membuat gambar potongan / irisan dari lorong-lorong tertentu atau khusus.
VI.5. Menyalin data lapangan menjadi sebuah peta gua
Langkah pertama yang harus dilakukan di tahap ini adalah menyalin kembali data lapangan sesegera mungkin, karena catatan lapangan kita pasti akan kotor, dan kemungkinan tidak jelas terbaca.
Kemudian kita membuat peta gua kasar di kertas milimeter block. Data Azimuth, Kanan, kiri dan jarak akan berguana dalam membuat Penampang atas atau denah, sementara data kemiringan, atas dan bawah akan berguna untuk membuat irisan atau penampang samping.
Setelah itu, kita dapat menyalin draft peta yang telah kita buat ke kertas kalkir, dan kemudian ditambahkan kelengkapan-kelengkapan lainnya.
gambar 16. contoh peta gua
VI.6. Hambatan
Berbeda dengan pembuatan / survey pemetaan yang biasanya dilakukan di tempat terbuka, maka pemetaan gua sepenuhnya dilakukan di dalam gua, jauh di bawah muka bumi. Kondisi gua yang pastinya gelap total, hanya ada penerangan lampu karbit yang terbatas cahayanya, belum lagi lantai gua yang penuh lumpur, ruangan yang sempit, dan waktu yang terbatas dimana kita tidak dianjurkan lupa waktu di dalam gua. Tetapi itu semua bukan menjadi alasan untuk tidak melakukan pemetaan gua, lebih-lebih bagi mereka yang mengaku sebagai ‘caver’. Yang ingin digarisbawahi di sini adalah bahwa apapun kondisinya seorang caver wajib membuat peta gua di dalam eksplorasinya, khususnya gua-gua yang belum dipetakan.
Bibliografi
Budworth, Geoffrey. “The Knot Book”, Great Britan : Paerfronts
Judson, David. “Caving Practice and Equipment”, London : British Cave Research Association, 1984.
Lyon, Ben. “Venturing Underground”, London : EP Publishing Ltd, 1983.
Mc Clurg, Dain. “ Exploring Caves : A Guide to The Underground Wilderness”, Ontario : Thomas Nelson & Sons Ltd, 1980.
Meredith, Mike, “ Vertikal Caving”, Paris , 1982.
Montgomery, R.Neil. “ Single Rope Technique : A guide for vertical cavers”, Sydney : The Sydney Speleological Society, 1977.
Edwin, Norman, “ Etika Dasar Penelusuran Gua”, Jakarta : Paper Kursus Dasar III 1983.
Edwin, Norman, “ Caving : Menelusuri Kegelapan”, Jakarta : Paper Kursus Dasar III 1983.
Soemarno, Sidarta Ir, “Gua ditinjau dari segi Geologi”, Jakarta : Paper Kursus Dasar III 1983.
. Williams, Tony Lewis, “ Manual of US Cave Rescue Techniques”, Alabama : National Cave Res