A.ETIKA
Menurut
KUBI, etika berarti nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
golongan atau masyarakat. Pelanggaran terhadap suatu nilai biasanya tak
akan mendapatkan sanksi yang legal. Dan antara suatu masyarakat dengan
masyarakat lain sering kali mempunyai etika yang berbeda terhadap suatu
hal yang sama.
Di
antara masyarakat pemanjat, juga terdapat etika yang kerap berbenturan.
Suatu contoh adalah ketika Ron Kauk membuat suatu jalur dengan teknik
rap bolting di kawasan Taman Nasional Lembah Yosemite, Amerika Serikat.
Kawasan pemanjatan ini terkenal sebagai kawasan pemanjat tradisional dan
mempunyai peraturan konservasi alam yang ketat. Pembuatan jalur dengan
cara demikian tak dapat dibenarkan oleh para pemanjat tradisional di
kawasan ini, di antaranya adalah John Bachar. Bachar menganggap bahwa
semua jalur yang ada di Yosemite harus dibuat dengan cara tradisional,
yaitu sambil memanjat (leading). Kasus ini menjadi besar karena sampai
menimbulkan perkelahian di antara kedua pemanjat yang berlainan aliran
itu. Kasus tersebut menggambarkan bagaimana etika sering menimbulkan
perdebatan. Kasus ini hanya salah satu dari berbagai masalah yang kerap
timbul di sekitar pembuatan jalur.
Sebetulnya ruang lingkup etika dalam panjat tebing terdiri dari :
Masalah teknik pembuatan jalur
Secara
umum ada dua aliran teknik pembuatan jalur yang dewasa ini banyak
dianut, yaitu aliran tradisional dan aliran modern. Pembuatan jalur
secara tradisional pada prinsipnya adalah membuat jalur sambil memanjat.
Teknik ini cenderung bernilai petualangan karena lintasan yang akan
dilewati sama sekali baru, tanpa pengaman, tanpa dicoba terlebih dahulu.
Teknik tradisional ini berkembang di Eropa sampai tahun 70-an, namun
kini masih dianut oleh pemanjat tradisional Amerika. Sementara itu
pembuatan jalur secara modern terdiri dari dua cara yang banyak
digunakan. Cara pertama adalah dengan teknik tali tetap (fix rope
technique). Pada teknik ini, pembuatan jalur dapat dilakukan dengan cara
rappeling bolting atau ascending bolting pada fix rope yang telah
terpasang terlebih dahulu. Cara kedua mirip dengan cara pertama, tetapi
tidak dengan tali tetap melainkan menggunakan top rope. Kelebihan cara
ini, pembuat jalur dapat membuat perencanaan arah jalur dan penempatan
pengaman lebih presisi karena gerakan pemanjatan dapat diketahui
terlebih dahulu.
Masalah penamaan jalur
Siapa
yang berhak memberi nama pada suatu jalur, si pembuat jalur atau
pemanjat pertama yang menuntaskan jalur, juga tidak ada aturannya.
Biasanya si pembuat jalur bersikeras untuk menjadi orang pertama yang
menuntaskan jalur tersebut. Kadang-kadang mencapai waktu berbulan-bulan
untuk membuat sekaligus menuntaskan suatu jalur baru. Tapi ada kalanya
jalur yang dibuat terlalu sulit dan jauh di luar kemampuan si pembuat
jalur itu. Di Indonesia biasanya nama jalur merupakan suatu kesepakatan
saja dari seorang atau sekelompok pembuat jalur.
Masalah keaslian jalur
Masalah
keaslian jalur biasanya dikaitkan dengan banyaknya jumlah pengaman
tetap yang ada dalam jalur tersebut. Suatu jalur, misalnya dengan jumlah
bolt sebanyak 7 buah akan tetap 7 dan tak boleh bertambah atau
berkurang lagi karena dalam kode etiknya, ini sudah resmi menjadi sebuah
jalur. Yang menjadi masalah, apakah suatu jalur dengan jarak antar bolt
yang sangat jauh tak dapat ditambah dalam batas-batas yang wajar? Juga
sebaliknya, apakah jalur yang jarak antar boltnya terlalu rapat tak
dapat dikurangi? Tradisi di Yosemite, bila seseorang berhasil memanjat
suatu jalur yang cukup mudah, katakanlah setinggi 15 meter, dengan hanya
2 bolt saja, hal ini berlaku bagi semua pemanjat yang akan menggunakan
jalur tersebut tanpa penambahan bolt lagi. Tradisi ini memang mendapat
protes dari banyak pemanjat pemula yang merasa sanggup menuntaskan jalur
tersebut, namun tak mau mengambil resiko dengan hanya menggunakan 2
bolt saja. Contoh lain adalah jika seseorang pemanjat merasa suatu jalur
dengan jumlah bolt yang wajar terlalu mudah, berhakkah ia mengurangi
jumlah bolt yang ada? Sampai sejauh mana kita bisa menghargai prinsip
pemanjatan pertama? (sampai yang paling ekstrim)
Pengubahan bentuk permukaan tebing
Untuk
masalah yang satu ini, hampir semua pemanjat sepakat bahwa hal itu
haram untuk dilakukan, baik itu menambah kesulitan maupun membuat jalur
tersebut menjadi lebih mudah. Walaupun begitu sebagian kecil dari
seluruh kawasan pemanjatan yang ada (hanya sebagian kecil) yang menerima
hal ini, namun hanya pada permukaan yang tanpa cacat sama sekali
(blank/no holds) agar kesinambungan jalur sebelum dan sesudahnya dapat
terjaga.
B. GAYA
Pengertian
gaya didalam panjat tebing menyangkut metode dan peralatan serta
derajat petualangan dalam suatu pendakian. Petualangan berarti tingkat
ketidakpastian hasil yang akan dicapai.
Gaya
harus sesuai dengan pendakian. Gaya yang berlebihan untuk tebing yang
kecil, sebaik apapun gaya tersebut akhirnya menjadi gaya yang buruk.
Mendaki secara alamiah dengan bantuan teknis terbatas adalah gaya yang
baik. Kita harus bekerja sama denga tebing, jangan memaksanya. Kita
dapat menggunakan point-point alamiah seperti batu, tanduk (horn),
pohon, atau pada batu yang terjepit didalam celah (Chockstone). Akhirnya
kita sampai pada pendakian sendiri, tanpa menggunakan tali, Maksudnya
adalah menyesuaikan gaya dengan pendakian dan kemampuan diri. Gaya yang
baik adalah persesuaian yang sempurna – penapakan dari dua sisi yang
baik antara ambisi dan kemampuan.
Tidak
ada pendakian yang sama. Standar yang baik selalu dapat diterapkan dan
juga memungkinkan penyelesaian menjadi kepribadian masing-masing rute.
Itulah prinsip pendakian pertama kita tadi. Prinsip tersebut dapat
membimbing kita dalam masalah gaya dan etika. Kita telah memiliki
standar minimum yang telah siap dan tersedia untuk dijadikan sasaran.
Penerimaan terhadap prinsip ini memungkinkan kita untuk meniadakan
pertentangan pendapat tentang gaya umum. Keuntungan lain adalah gaya
dari pendakian pertama adalah gaya yang layak, dan memberikan keuntungan
psikologis kepada pendaki-pendaki berikutnya bahwa rute tersebut,
paling tidak, pernah dicoba. Dengan menghargai orang-orang yang
menyelesaikannya, dan memperlihatkan bahwa kita paham akan nilainya,
serta menganggap pendakian mereka sebagai suatu hasil karya, maka
pendakian meraka bukanlah sesuatu yang harus dikalahkan.
Dalam
bukunya How to Rock Climb: Face Climbing, John Long menguraikan dan
membuat klasifikasi yang lebih sempit mengenai beberapa gaya yang ada,
di antaranya adalah :
Onsight Free Solo
Istilah
onsight berarti memanjat suatu jalur tanpa pernah mencoba dan juga
belum pernah melihat orang lain memanjat dijalur tersebut. Jadi jalur
tersebut dipanjat tanpa informasi apa-apa. Sedangkan solo berarti tanpa
tali. Jadi onsight free solo berarti pemanjatan tali untuk pertama kali
bagi seorang pemanjat tanpa informasi apa-apa.
Free Solo
Pemanjatan suatu jalur tanpa menggunakan tali, tapi pernah mencoba walaupun belum hapal benar jalur tersebut.
Worked Solo
Pemanjatan
tanpa tali dengan sebelumnya pernah mencoba berkali-kali sampai
benar-benar hapal mati seluruh bentuk permukaan tebing.
Onsight Flash / Vue
Memanjat
suatu jalur tanpa pernah mencobanya, melihat pemanjat lain dijalur yang
sama, juga tak pernah mendapat informasi apa-apa. Memanjat dengan
menggunakan tali sebagai perintis jalur (leader) dan memasangpengaman
(running belay). Pemanjat juga tidak sekalipun jatuh dan tidak mengambil
nafas/istirahat disepanjang jalur.
Beta Flash
Pemanjatan
tanpa mencoba dan melihat orang lain memanjat dijalur tersebut, namun
telah mendapat informasi tentang jalur dan bagian-bagian sulitnya
(crux). Pemanjat kemudian memanjatnya tanpa jatuh dan tanpa istirahat
sepanjang jalur.
Déjà vu
Seorang
pemanjat sudah pernah memanjat suatu jalur sekian tahun sebelumnya dan
gagal menuntaskannya. Setelah sekian tahun itu, dengan kemampuan
memanjat yang lebih baik , ia kembali dengan hanya sedikit ingatan
tentang jalur tersebut dan berhasil menuntaskan jalur pada percobaan
pertama.
Red Point
Memanjat
suatu jalur yang telah dipelajari dengan sangat baik, tanpa jatuh dan
memanjat sambil memasang pengaman sebagai perintis jalur.
Pink Point
Sama dengan red point hanya semua pengaman telah dipasang pada tempatnya.
Brown Point
Ada
beberapa macam untuk kategori ini, misalnya seorang pemanjat merintis
suatu jalur, lalu jatuh dan menarik tali, kemudian meneruskan pemanjatan
dari titik pengaman terakhir ia jatuh (hangdogging). Pemanjatan dengan
top rope juga termasuk dalam kategori ini. Lalu ada lagi pemanjatan
dengan bor pertama dipasang terlebih dahulu. Sebenarnya masih banyak
lagi yang masuk dalam kategori ini. Seluruh kategori ini menceritakan
berbagai taktik, strategi, atau trik untuk mempelajari sekaligus mencoba
menuntaskan suatu jalur.
Setelah
begitu banyak melihat gaya pemanjat dalam menuntaskan jalur,kita dapat
dapat membandingkan mana yang lebih sulit. Dengan begitu dapat pula
dibandingkan perbedaan kemampuan seorang pemanjat.
C. PERTIMBANGAN LAIN
1.
Gunakan Chock dan Runners (titik pengaman) Alam. Pendakian tebing
adalah sesuatu kesatuan yang harus ditangani secara hati-hati. Yang
harus diperhatikan adalah masalah penggunaan runners alam dan chockstone
buatan, karena alat tersebut membiarkan tebing tetap utuh.
Pengunaan
piton (paku tebing) dalam suatu pendakian masih menimbulkan cacat pada
tebing. Kerusakan yang ditimbulkannya adalah karena :
a. Mempersulit atau mempermudah rute dengan merubah sifatnya.
b. Menimbulkan noda-noda goresan yang tidak sedap dipandang.
c. Dapat melepas belahan batu besar atau serpihan-serpihan batu.
Jadi
walaupun dalam kasus-kasus dimana pendakian pertama menggunakan piton,
kita harus berusaha memperkecil penggunaan piton karena sifatnya yang
merusak
2. Sampah
Jika
kita membawa kaleng makan dalam suatu pendakian, injak kaleng tesebut
dan bawalah keatas. Lebih baik lagi jika membawa makanan yang tidak
dalam kaleng. Kulit jeruk sebaiknya disimpan kembali karena tidak
dimakan oleh binatang dan sangat lambat pembusukannya.
0 komentar:
Posting Komentar