1. Definisi Telusur Gua
Kegiatan di alam bebas semakin
berkembang. Mendaki gunung sudah sangat dikenal, meniti tebing terjal,
bahkan menginjak puncak gunung es atau salju kini bukan lagi merupakan
suatu impian. Ada satu kegiatan lain di alam bebas yang mulai
berkembang, yaitu Telusur Gua.
Jika bentuk kegiatan di alam bebas
kebanyakan dilakukan di alam terbuka, tidak demikian halnya dengan
telusur gua ; kegiatan ini justru dilakukan di dalam tanah.
Telusur Gua atau Caving berasal dari
kata cave, artinya gua. Menurut Mc Clurg, cave atau gua bearti “ruang
alamiah di dalam bumi”, yang biasanya terdiri dari ruangan-ruangan dan
lorong-lorong.
Aktivitas Caving diterjemahkan sebagai
‘aktivitas penelusuran gua’. Setiap aktivitas penelusuran gua, tidak
lepas dari keadaan gelap total. Justru keadaan seperti ini yang menjadi
daya tarik bagi seorang caver, sebutan untuk seorang penelusur gua.
Petualangan di lorong gelap bawah tanah menghasilkan pengalaman
tersendiri. Perasaan ingin tahu yang besar bercampur dengan perasaan
cemas karena gelap total. Ada apa dalam kegelapan itu ? membahayakankah ?
adakah kehidupan di sana ? Pertanyaan lebih jauh bagaimana
lorong-lorong itu terbentuk ? Pertanyaan yang kemudian timbul, kemudian
berkembang menjadi pengetahuan tentang gua dan aspeknya, termasuk
misteri yang dikandungnya. Maka dikenal istilah “speleologi”. Ruang
lingkup ilmu pengetahuan ini tidak hanya keadaan fisik alamaiahnya saja,
tetapi juga potensinya; meliputi segi terbentuknya gua, bahan tambang,
tata lingkungan, geologi gua, dan segi-segi alamiah lainnya.
Kalau sebagian orang merasa enggan
untuk mendekati “lubang gelap mengangga”, maka para penelusur gua justru
masuk kedalamnya, sampai berkilo-kilometer jauhnya. Lubang sekecil
apapun tak luput dari perhatiannya, jika perlu akan ditelusuri sampai
tempat yang paling dalam sekalipun.
Mc. Clurg mencatat, setiap penelusuran
gua tidak menginginkan lorong yang ditelusurinya berakhir, mereka
mengharapkan di setiap kelokan di dalam gua dijumpai lorong-lorong yang
panjangnya tidak pernah disaksikan oleh siapapun sebelumnya. Sehingga
apabila orang bertanya, “ Mengapa mereka memasuki gua ?”, barangkali
catatan Norman Edwin adalah jawabannya, “ Adalah suatu kepuasan bagi
seorang penelusur gua bila lampu yang dibawanya merupakan sinar pertama
yang mengungkapkan sebuah pemandangan yang menakjubkan di bawah tanah”.
2. Sejarah Penelusuran Gua
Sejarah penelusuran gua dimulai di
Eropa sejak 200 tahun lalu. Eksplorasi pertama tercatat dalam sejarah
adalah tanggal 15 Juli 1780, ketika Louis Marsalliers menuruni gua
vertikal Fairies di Languedoc, Perancis. Kemudian pada tanggal 27 Juni
1888, seorang ahli hukum dari Paris bernama Eduard Alfred Martel
mengikuti jejak Marssalliers. Penelusurannya kali ini direncanakan lebih
matang dengan menggunakan peralatan lengkap seperti katrol, tangga
gantung, dan perahu kanvas yang pada waktu itu baru diperkenalkan oleh
orang-orang Amerika. Bahkan telephone yang baru diperkenalkan digunakan
untuk komunikasi di dalam tanah. Usaha Martel ini dianggap sebagai
revolusi di bidang penelusuran gua, sehingga ia disebut sebagai “Bapak
Speleologi Modern”.
Prestasi Martel juga dalam hal
memetakan gua yang merupakan kewajiban seorang penelusur gua ketika ia
melakukan eksplorasi gua ketika ia melakukan eksplorasi gua. Antara
tahun 1888-1913, Martel telah banyak memetakan gua dalam setiap
penelusurannya, ini digunakan untuk kepentingan ilmiah, dan untuk
merekam kedalaman serta panjang gua-gua tersebut.
Ketika Perang Dunia II selesai,
kegiatan penelusuran gua memunculkan kembali dua orang tokoh ; Robert de
Jolly dan Norman Casteret. De Jolly merupakan pembaharu di bidang
peralatan peralatan penelusuran gua, seperti tangga gantung dari
aluminium dan perahu kanvas yang lebih sempurna. Penemuan ini mejadi
standar bagi para penelusur gua sampai 50 tahun kemudian. Sedangkan
Casteret menjadi pioneer di bidang “cave diving”. Usahanya ini dilakukan
pada tahun 1922, ketika Casteret pertama kali menyelami lorong-lorong
yang penuh air di gua Montespan tanpa bantuan peralatan apapun.
Karangan-karangan Casteret antara lain “My Cave” dan “Ten Years Under
Ground”, yang kemudian menjadi buku pegangan bagi para penggemar cave
diving dan ahli speleologi.
Kebanyakan penelusur gua memulai
kegiatannya sebagai pemanjat tebing, karena memang kegiatan yang
dilakukan hampir serupa. Para pemanjat tebing pula yang memberi
inspirasi bagi perkembangan penelusuran gua. French Alpine Club, sebuah
perkumpulan pendaki gunung ternama di Eropa telah mengadakan ekspedisi
bawah tanah, dan untuk pertama kalinya menggunakan tali sebagai
pengganti tangga gantung. Kelompok ini pula yang mencipatakan rekor
penurunan gua vertikal sedalam 608m.
Sejarah penelusuran gua sejalan dengan
sejarah penelitian gua (speleologi), kedua kegiatan ini tak dapat
dipisahkan satu dengan lainnya. Hal inilah yang dilakukan oleh Eduard
Martel, Robert de Jolly, Norman Casteret dan banyak lagi penelusur gua
di seluruh dunia.
II. TERJADINYA GUA DAN JENISNYA
Dua unsur penting yang memegang peran
terjadinya gua, yaitu rekahan dan cairan. Rekahan atau lebih tepat
disebut sebagai “zona lemah”, merupakan sasaran bagi suatu cairan yang
mempunyai potensi bergerak keluar. Cairan ini dapat berupa larutan magma
atau air. Larutan magma menerobos ke luar karena kegiatan magmatis dan
mengikis sebagian daerah yang dilaluinya. Apabila kegiatan ini berhenti,
maka bekas jejaknya (penyusutan magma cair) akan meninggalkan bentuk
gua, lorong, celah atau bentuk lain semacamnya. Ini sering disebut gua
lava, biasanya di daerah gunung berapi.
gambar 1. proses terbentuknya gua
Proses yang terjadi terhadap batuan
yang dilaluinya, tidak hanya proses mekanis, tetapi juga proses kimiawi.
Karenanya, dinding celah atau gua, biasanya mempunyai permukaan yang
halus dan licin.
Pembentukan gua lebih sering terjadi
pada jenis batuan gamping, karst, dengan komposisi dominan Kalsium
Karbonat (CaCO3), disebut gua batu gamping. Batuan ini sangat mudah
larut dalam air, bisa air hujan atau air tanah. Oleh karenanya, reaksi
kimiawi dan pelarutan dapat terjadi di permukaan dan di bawah permukaan.
Tetapi sering kali ditemukan juga mineral-mineral hasil reaksi yang
tidak larut di dalam air, misalnya kuarsa dan mineral ‘lempung’.
Lazimnya bahan-bahan ini akan membentuk endapan tersendiri. Sedangkan
larutan jenuh kalsium, di tempat yang tidak terpengaruh oleh tenaga
mekanis, diendapkan dalam bentuk kristalin, antara lain berupa stalagtit
dan stalagmit, yang tersusun dari mineral kalsit, dan variasi-variasai
ornamen gua lainnya yang menarik untuk dilihat.
Air cenderung bergerak ke tampat yang
lebih rendah. Sama dengan yang terjadi di bawah permukaan. Sama dengan
yang terjadi di bawah permukaan. Hal ini berakibat daya reaksi dan
pengikisan bersifat kumulatif. Tidak heran betapapun kecilnya sebuah
celah tempat masuknya air di permukaan dapat menyebabkan hasil
pengikisan berupa rongga yang besar, bahkan lebih besar di tempat yang
lebih dalam. Rongga yang terbentuk mestinya berhubungan pula, hal ini
mungkin karena sifat air yang mudah menyusup ke dalam celah yang kecil
dan sempit sekalipun.
Ukuran besarnya gua tidak hanya
tergantung pada intensitas proses kimiawi dan pengikisan yang
berlangsung, akan tetapi juga ditentukan oleh jangka waktu proses itu
berlangsung. Sedangkan pola rongga yang terjadi di bawah permukaan tidak
menentu. Seandainya ditemukan pola rongga yang spesifik (mengikuti arah
tertentu) maka dapat diperkirakan faktor geologi ikut berperan,
misalnya adanya sistim patahan atau aspek geologis lainnya.
gambar 2. proses pembentukan stalaktit
Selain jenis lava dan batu gamping
yang dapat menyebabkan terjadinya gua, jenis batu pasir juga
kadang-kadang memungkinkan terjadinya gua, demikian pula batuan yang
membentuk lereng curam di tepi pantai. Kedua jenis batuan yang terakhir
ini, biasanya mengakibatkan terjadinya gua yang tidak begitu dalam.
Tenaga yang mempengaruhinya adalah tenaga mekanis berupa hantaman air
atau hempasan ombak. Gua yang terjadi di sini disebut gua laut.
Di dalam proses pembentukan lorong ada
banyak sekali kemungkinan bentuk, termasuk juga pembentukan apa yang
kemudian kita sebut sebagai ornamen gua atau speleothem, beberapa
ornamen yang memiliki sifat sama diberi nama; diantaranya;
gambar 3. stalaktit dan straw
1. Aragonite : Crystalline / cristal yang terbentuk dari CaCO3, jarang dijumpai.
2. Flow Stone : Kalsit (Calsite) yang terdeposisi (diendapkan) pada dinding lorong gua.
3. Gours : Kumpulan kalsit yang terbentuk di dalam aliran air atau kemiringan tanah. Aliran ini mengandung banyak CO2. Semakin CO2 memuai (menguap), kalsit yang terbentuk semakin banyak.
4. Helectite : Formasi gua yang timbul dengan sudut yang berlawanan dari gaya tarik bumi. Biasanya melingkar.
5. Marble : Batu gamping yang mengalami perubahan bentuk dimetamorfasekan oleh panas dan tekanan sehingga merubah struktur yang unik dari batu tersebut.
6. Stalactite : Formasi kalsit yang menggantung
7. Stalacmite : Formasi kalsit yang tumbuh ke atas, di bawah atap stalactite.
8. Straw : seperti stalactite tapi diameternya kecil, sebesar tetasan air.
9. Styalalite : Garis gelombang yang terdapat pada potongan batu gamping.
10. Pearls : Kumpulan batu kalsit yang berkembang di dalam kolam di bawah tetesan air. Disebut pearls karena bentuknya mirip mutiara.
11. Curtain : Endapan yang berbentuk seperti lembaran yang terlipat, menggantung di langit-langit gua atau di dinding gua.
12. Column
13. Couli Flower
14. Rimstone Pool : Berbentuk seperti bendungan yang berbentuk ketika terjadi pengendapan air, CO2-nya menghilang dan menyisakan kalsit yang bersusun-susun.
2. Flow Stone : Kalsit (Calsite) yang terdeposisi (diendapkan) pada dinding lorong gua.
3. Gours : Kumpulan kalsit yang terbentuk di dalam aliran air atau kemiringan tanah. Aliran ini mengandung banyak CO2. Semakin CO2 memuai (menguap), kalsit yang terbentuk semakin banyak.
4. Helectite : Formasi gua yang timbul dengan sudut yang berlawanan dari gaya tarik bumi. Biasanya melingkar.
5. Marble : Batu gamping yang mengalami perubahan bentuk dimetamorfasekan oleh panas dan tekanan sehingga merubah struktur yang unik dari batu tersebut.
6. Stalactite : Formasi kalsit yang menggantung
7. Stalacmite : Formasi kalsit yang tumbuh ke atas, di bawah atap stalactite.
8. Straw : seperti stalactite tapi diameternya kecil, sebesar tetasan air.
9. Styalalite : Garis gelombang yang terdapat pada potongan batu gamping.
10. Pearls : Kumpulan batu kalsit yang berkembang di dalam kolam di bawah tetesan air. Disebut pearls karena bentuknya mirip mutiara.
11. Curtain : Endapan yang berbentuk seperti lembaran yang terlipat, menggantung di langit-langit gua atau di dinding gua.
12. Column
13. Couli Flower
14. Rimstone Pool : Berbentuk seperti bendungan yang berbentuk ketika terjadi pengendapan air, CO2-nya menghilang dan menyisakan kalsit yang bersusun-susun.
gambar 4. curtain, rimestone pool, pearl cave
III. ETIKA DALAM PENELUSURAN GUA
Penelusuran gua merupakan kegiatan
kelompok, karenanya dalam setiap penelusuran tidak dibenarkan seorang
diri. Jumlah minimal untuk sebuah eksplorasi gua adalah 4 orang. Hal ini
didasarkan atas pertimbangan, jika terjadi kecelakaan pada salah
seorang anggota kelompok, satu orang dibutuhkan untuk menjaganya,
sedangkan dua lainnya mempersiapkan pertolongan (rescue), atau kalau
tidak mungkin, cari pertolongan kepada penduduk.
Sebelum memasuki gua, hal yang harus
dilakukan adalah meninggalkan pesan kepada orang lain tentang : tujuan
gua yang akan dimasuki, jumlah penelusur, lama kegiatan, bagian gua yang
akan dimasuki, dan lain-lain. Kemudian tinggalkan seorang pengamat di
luar gua. Orang ini akan sangat berguna untuk memberi peringatan, jika
terjadi sesuatu di luar gua, misalnya hujan lebat yang dapat
mengakibatkan banjir dalam gua. Kalau tidak mungkin, pelajarilah keadaan
cuaca terakhir di daerah tersebut, juga disiplin waktu yang disepakati.
Hal lain yang harus diperhatikan,
yaitu membawa makanan dan minuman. Paling penting kondisi badan harus
selalu fit di saat melakukan penelusuran gua. Sikap yang baik, menyadari
kemampuan diri sendiri dan tidak memaksakan diri untuk menelusuri gua,
jika kondisi atau kemampuan tidak memungkinkan.
Satu hal yang harus diresapi dan
disadari oleh setiap penelusur gua yaitu masalah “konservasi”. Jangan
mengambil apapun, jangan meninggalkan apapun dan jangan bunuh apapun.
Setiap buangan yang ditinggalkan akan merusak lingkungan biologis gua
yang sangat rapuh, misalnya sampah karbit. Bawalah semua sampah-sampah
ke luar gua dan buang ke tempat pembuangan sampah. Setiap kerusakan yang
ditimbulkan oleh penelusur adalah tindakan tercela, karena untuk
merusakkan benda-benda dalam gua misalnya stalagmit dan stalagtit hanya
butuh beberapa detik saja, sedangkan proses pembentukan benda-benda
tersebut membutuhkan waktu ribuan bahkan jutaan tahun.
Jika prinsip-prinsip di atas disadari
dan dilaksanakan oleh penelusur gua, maka semboyan: take nothing but
picture, leave nothing but footprint, kill nothing but time, terasa
semakin berarti.
IV. TEKNIK DALAM PENELUSURAN GUA
IV.1. Penelusuran Gua Horisontal
Pada dasarnya setiap penelusur gua,
harus memulai perjalanannya dalam kondisi tubuh fit . Malah dalam sebuah
buku teks disebutkan , apabila badan terasa kurang fit, sebaiknya
perjalanan eksplorasi gua dibatalkan (etika penelusuran gua). Hal ini
disebabkan karena udara di dalam gua sangat buruk, penuh deposit kotoran
burung dan kelelawar, ditambah kelembaban yang sangat tinggi. Mudah
sekali dalam kondisi demikian seorang penelusur gua terserang penyakit
paru-paru, beberapa pioneer penelusur gua menghentikan kegiatan
eksplorasinya karena terserang penyakit ini.
Selain memerlukan kondisi tubuh yang
baik, seorang penelusur gua sedikit banyak harus harus memiliki
kelenturan tubuh dan yang terpenting tidak cepat menjadi panik dalam
keadaan gelap dan sempit. Bentuk tubuh juga mempengaruhi kecepatan gerak
seorang penelusur gua. Penelusur Gua ideal adalah yang memiliki badan
relatif kecil meskipun belum tentu menjadi jaminan akan menjadi
penelusur handal.
Dalam penelusuran horisontal, kita
lakukan gerak, jalan membungkuk, merangkak, merayap, tengkurap, dan
kadang terlentang, menyelam serta berenang. Dengkul dan ujung siku
merupakan sisi penting buat seorang penelusur atau caver.
Peralatan pribadi untuk gua horisontal
1. Helm
2. Caving sling
3. Cover all
4. Caving pack sack
2. Caving sling
3. Cover all
4. Caving pack sack
Peralatan tim untuk gua horisontal
1. Perahu karet
2. Tali
3. Kamera
4. Kompas
5. Topofil
2. Tali
3. Kamera
4. Kompas
5. Topofil
IV.2 Penelusuran Gua Vertikal
Sampai dengan saat ini, ada beberapa
sistem yang digunakan dalam penelusuran gua vertikal. Yang dianggap
terbaik karena efektifitasnya adalah Single Rope Technique (SRT).
SRT hanya menggunakan satu tali
tunggal, dan menggunakan prinsip pemindahan beban ketika menaiki tali
tersebut, sehingga menggunakan dua alat naik.
IV.2.1 Peralatan Penelusuran Gua Vertikal
Disini hanya akan dibahas mengenai peralatan yang digunakan untuk keperluan SRT, dan sedikit alternatifnya.
A. Peralatan Pribadi
Perlengkapan/peralatan yang disebutkan
di bawah ini merupakan perlengkapan yang harus melekat pada seorang
penelusur gua pada saat melakukan penelusuran gua vertikal. Secara garis
besar peralatan yang harus dikenakan pribadi dibagi menjadi 3, yaitu
alat untuk naik, alat untuk turun dan peralatan penunjang.
Peralatan Naik (ascender)
Ada beberapa jenis peralatan yang dapat dikategorikan dalam ascender, yang memiliki keistimewaan apabila terbeban akan semakin mengunci ke tali.
Ada beberapa jenis peralatan yang dapat dikategorikan dalam ascender, yang memiliki keistimewaan apabila terbeban akan semakin mengunci ke tali.
1. Foot Loop Jammer
Alat ini akan digunakan oleh tangan untuk menarik beban badan, dihubungkan dengan webbing ke sit harness, sehingga juga menjadi pengaman kita. Pada alat ini ditempatkan foot-loop (sling injak) dan security link (tali pengaman). Alat ini menggunakan gigi-gigi runcing untuk mencengkram mantel dari tali, sehingga semakin terbeban akan semakin mengunci ke tali. Yang biasa digunakan sebagai Foot Loop Jammer adalah Jumar produksi Petzl, yang memiliki dua warna, kuning untuk tangan kiri, dan biru untuk tangan kanan. Ada beberapa jenis ascender lain yang memiliki bentuk dan fungsi hampir sama dengan Jumar Petzl, diantaranya CMI Jammer.
Alat ini akan digunakan oleh tangan untuk menarik beban badan, dihubungkan dengan webbing ke sit harness, sehingga juga menjadi pengaman kita. Pada alat ini ditempatkan foot-loop (sling injak) dan security link (tali pengaman). Alat ini menggunakan gigi-gigi runcing untuk mencengkram mantel dari tali, sehingga semakin terbeban akan semakin mengunci ke tali. Yang biasa digunakan sebagai Foot Loop Jammer adalah Jumar produksi Petzl, yang memiliki dua warna, kuning untuk tangan kiri, dan biru untuk tangan kanan. Ada beberapa jenis ascender lain yang memiliki bentuk dan fungsi hampir sama dengan Jumar Petzl, diantaranya CMI Jammer.
2. Chest Jammer
Alat untuk naik yang prinsipnya hampir sama dengan Jumar, namun bentuknya lebih ringkas (tidak ada pegangan untuk tangan), dan dihubungkan langsung dengan Sit Harness dan Chest Harness, selain sebagai alat naik, juga berguna untuk menjaga agar badan tetap sejajar dengan tali. Chest Jammer keluaran Petzl biasa disebut Croll yang memang sudah dirancang untuk kepentingan SRT.
Alat untuk naik yang prinsipnya hampir sama dengan Jumar, namun bentuknya lebih ringkas (tidak ada pegangan untuk tangan), dan dihubungkan langsung dengan Sit Harness dan Chest Harness, selain sebagai alat naik, juga berguna untuk menjaga agar badan tetap sejajar dengan tali. Chest Jammer keluaran Petzl biasa disebut Croll yang memang sudah dirancang untuk kepentingan SRT.
Jumar dan Croll merupakan dua alat
utama yang digunakan dalam SRT, ketika badan kita menggunakan Croll
sebagai pengaman, dalam artian beban kita bergantung di Croll, tangan
kita dapat menggunakan Jumar untuk menambah ketinggian.
Peralatan Turun (Descender)
1. Figure Of Eight
Dapat digunakan sebagai alat turun, namun dalam SRT hal ini tidak dianjurkan, mengingat Figure Of Eight mengandalkan friksi dengan tali dengan cara membelokkan arah tali, sementara tali yang digunakan di SRT adalah Tali Statis yang akan lebih mudah rusak apabila arah gayanya diubah.
Dapat digunakan sebagai alat turun, namun dalam SRT hal ini tidak dianjurkan, mengingat Figure Of Eight mengandalkan friksi dengan tali dengan cara membelokkan arah tali, sementara tali yang digunakan di SRT adalah Tali Statis yang akan lebih mudah rusak apabila arah gayanya diubah.
2. Bobin Descender
Alat yang dikeluarkan Petzl ini, dikhususkan penggunaannya untuk menuruni tali pada SRT, yang digunakan adalah Bobin Single Rope. Bobin digunakan oleh orang yang sudah terbiasa menuruni tali dengan SRT, karena tidak memiliki kunci pengaman, kontrol kecepatan diatur oleh tangan kita.
Alat yang dikeluarkan Petzl ini, dikhususkan penggunaannya untuk menuruni tali pada SRT, yang digunakan adalah Bobin Single Rope. Bobin digunakan oleh orang yang sudah terbiasa menuruni tali dengan SRT, karena tidak memiliki kunci pengaman, kontrol kecepatan diatur oleh tangan kita.
3. Rack
Rack memiliki batang-batang yang dapat dirubah posisinya, untuk mengatur friksi antara alat dengan tali, hal ini akan mempengaruhi kecepatan. Rack akan relatif lebih dingin setelah pengunaan jangka panjang.
Rack memiliki batang-batang yang dapat dirubah posisinya, untuk mengatur friksi antara alat dengan tali, hal ini akan mempengaruhi kecepatan. Rack akan relatif lebih dingin setelah pengunaan jangka panjang.
4. Auto Stop Descender
Auto Stop merupakan alat turun yang paling aman untuk digunakan dalam melakukan SRT. Hal ini karena Auto Stop dilengkapi dengan sistem kunci otomatis, dan dapat dipasang tanpa melepaskannya dari kaitan ke harness.
Auto Stop merupakan alat turun yang paling aman untuk digunakan dalam melakukan SRT. Hal ini karena Auto Stop dilengkapi dengan sistem kunci otomatis, dan dapat dipasang tanpa melepaskannya dari kaitan ke harness.
Peralatan Penunjang
Merupakan peralatan yang juga harus dikenakan ketika melakukan SRT, yang digambarkan disini adalah prinsip-prinsipnya, bisa digunakan benda lain dengan prinsip sama
Merupakan peralatan yang juga harus dikenakan ketika melakukan SRT, yang digambarkan disini adalah prinsip-prinsipnya, bisa digunakan benda lain dengan prinsip sama
1. Sit Harness
Ada berbagai jenis Sit Harness, untuk keperluan SRT Petzl khusus mengeluarkan Avanti. Sit Harness ini berbeda dengan harness untuk keperluan memanjat ataupun canyoning. Avanti dapat diubah ukurannya sesuai dengan badan kita, karena dalam melakukan SRT, ukurannya harus benar-benar tepat agar terasa nyaman.
Ada berbagai jenis Sit Harness, untuk keperluan SRT Petzl khusus mengeluarkan Avanti. Sit Harness ini berbeda dengan harness untuk keperluan memanjat ataupun canyoning. Avanti dapat diubah ukurannya sesuai dengan badan kita, karena dalam melakukan SRT, ukurannya harus benar-benar tepat agar terasa nyaman.
2. Linking Maillon
Semacam karabiner tetapi tidak memiliki sebuah gate (pintu dengan per). Maillon sangat kuat, terdiri dari berbagai tipe dan ukuran. Linking Maillon gunanya sebagai penghubung foot-loop jammer dengan foot-loop dan safety link. Alternatif lain dapat menggunakan small oval screwgate carabiner.
Semacam karabiner tetapi tidak memiliki sebuah gate (pintu dengan per). Maillon sangat kuat, terdiri dari berbagai tipe dan ukuran. Linking Maillon gunanya sebagai penghubung foot-loop jammer dengan foot-loop dan safety link. Alternatif lain dapat menggunakan small oval screwgate carabiner.
3. Foot Loop
Atau tangga, digunakan waktu naik meniti tali. Foot loop merk “Camp” dapat dipanjang dan pendekkan sesuai dengan keperluan. Alternatif lain memakai etrier atau sling.
Atau tangga, digunakan waktu naik meniti tali. Foot loop merk “Camp” dapat dipanjang dan pendekkan sesuai dengan keperluan. Alternatif lain memakai etrier atau sling.
4. Security Link
Disebut juga “safety link”, gunanya sebagai safety pada waktu naik. Terbuat dari Dynamic Climbing Rope, berdiameter 9mm. Panjangnya sejangkau tangan atau lebih. Pada kedua ujungnya dibuat “figure of eight knot”. Ujung pertama di foot loop jammer dan ujung lainnya di attachment pada sit harness. Bisa juga menggunakan webbing.
Disebut juga “safety link”, gunanya sebagai safety pada waktu naik. Terbuat dari Dynamic Climbing Rope, berdiameter 9mm. Panjangnya sejangkau tangan atau lebih. Pada kedua ujungnya dibuat “figure of eight knot”. Ujung pertama di foot loop jammer dan ujung lainnya di attachment pada sit harness. Bisa juga menggunakan webbing.
5. Chest Harness
Merupakan harness khusus di dada. Bentuknya seperti angka delapan. Chest harness berguna untuk menempatkan “petzl croll” waktu naik, sehingga badan tetap sejajar dengan tali. Figure of eight chest harness merupakan perlengkapan standar. Alternatif lain memakai sling/chest strap.
Merupakan harness khusus di dada. Bentuknya seperti angka delapan. Chest harness berguna untuk menempatkan “petzl croll” waktu naik, sehingga badan tetap sejajar dengan tali. Figure of eight chest harness merupakan perlengkapan standar. Alternatif lain memakai sling/chest strap.
6. Main Attachment
Delta maillon 10mm adalah main attachment. Terbuat dari baja (steel) atau aluminium. Main attachment merupakan tempat utama untuk berbagai kaitan/sangkutan. Selain untuk mengunci sit harness, delta maillon juga untuk mengkaitkan croll, security link, cow’s tail dan descender. Untuk posisi main attachment tidak pernah digunakan carabiner.
Delta maillon 10mm adalah main attachment. Terbuat dari baja (steel) atau aluminium. Main attachment merupakan tempat utama untuk berbagai kaitan/sangkutan. Selain untuk mengunci sit harness, delta maillon juga untuk mengkaitkan croll, security link, cow’s tail dan descender. Untuk posisi main attachment tidak pernah digunakan carabiner.
7. Cow’s tail
Sebagai pengaman pada saat melewati sambungan tali dan pindah anchor, waktu menuruni tali atau menaiki tali. Cow’s tail dapat dibuat dari “climbing rope 11mm”. Panjangnya kemudian dilipat dua tidak sama panjang. Masing-masing ujungnya dibuat figure of eight knot juga bagian tengahnya, bagian yang membagi dua. “loop” pada bagian tengah ini dikaitkan pada delta maillon.
Sebagai pengaman pada saat melewati sambungan tali dan pindah anchor, waktu menuruni tali atau menaiki tali. Cow’s tail dapat dibuat dari “climbing rope 11mm”. Panjangnya kemudian dilipat dua tidak sama panjang. Masing-masing ujungnya dibuat figure of eight knot juga bagian tengahnya, bagian yang membagi dua. “loop” pada bagian tengah ini dikaitkan pada delta maillon.
8. Karabiner
Oval karabiner digunakan untuk cow’s tail sedangkan oval screw gate karabiner untuk descender. Pada umumnya dalam penelusuran gua vertikal digunakan ‘oval screw gate carabiner’.
Oval karabiner digunakan untuk cow’s tail sedangkan oval screw gate karabiner untuk descender. Pada umumnya dalam penelusuran gua vertikal digunakan ‘oval screw gate carabiner’.
9. Helmet
Merupakan perlengkapan vital dan wajib
dikenakan oleh para penelusur gua. Gunanya untuk melindungi kepala dari
kemungkinan terbentur atau tertimpa batu. ‘Petzl helmet’ diperlengkapi
dengan lampu karbit.
gambar 8. peralatan pribadi SRT
B. Perlengkapan Tim
1. Tali
Tali yang dipakai dalam penelusuran
gua vertikal, harus mempunyai karakteristik sebagai berikut : kuat,
memiliki daya tahan terhadap gesekan, daya lentur kecil dan dapat
menyerap kejut. Speleo rope memenuhi syarat ini. Biasanya, spleleo rope
yang dipakai berdiameter 9,5 mm sampai 11 mm.
Pemeliharaan :
Untuk memperpanjang umur tali, jauhkan
dari asam (acid), alkali, hindarkan dari kemungkinan gesekan dengan
batu, atau gunakan “rope pad” (alas tali). Cucilah tali setelah
digunakan, tetapi jangan memakai sabun, pakailah sikat halus. Jemur tali
di tempat teduh da berangin, jangan sekali-kali menjemur di panas
matahari.
2. Webbing
Disebut juga tape (pita) terbuat dari nilon. Digunakan untuk membuat harness, anchor, dan lain-lain.
3. Perlengkapan lainnya
Perlengkapan lain yang diperlukan
seperti tas untuk membawa tali (rucksack, tackle bag), juga untuk
membawa perlengkapan lainnya. Alat penerangan seperti lampu batre, lampu
karbit, atau lainnya. Sebaiknya membawa batre atau karbit cadangan.
Untuk membawa karbit dapat digunakan ban dalam mobil atau motor.
Untuk mengarungi sungai di dalam gua diperlukan perahu karet khusus.
IV.2.2 Tali Temali (Knots)
Merupakan pengetahuan dasar yang wajib
diketahui oleh penelusur gua. Simpul-simpul yang biasa digunakan di
dalam penelusuran gua, yaitu:
1. Bowline
Digunakan untuk membuat anchor karena
sifatnya yang semakin mengikat apabila mendapat beban. Bowline juga
digunakan dalam teknik rescue. Waktu membuat simpul ini, ujung tali
harus overhand knot.
gambar 9. Bowline dan Figure of 8
2. Figure of eight
Merupakan simpul yang paling penting
karena sering digunakan. Mudah membuatnya dan melepaskannya. Dipakai
untuk membuat anchor, sebagai tali belay dan untuk menyambung tali.
3. Tape knot
Simpul ini digunakan untuk menyambung
webbing dengan menggabungkan kedua ujungnya. Tidak ada simpul lain untuk
keperluan tersebut.
4. Butterfly knot
Berfungsi untuk mengikat tali yang patah sehingga tidak terbeban. Simpul ini untuk tali dengan beban vertikal.
5. Prusik knot
Untuk prusikking (naik tali dengan bantuan prusik)
gambar 10. Tape Knot dan Prusik Knot
IV.2.3 Sistim Anchor
Anchor merupakan sebuah “titik
keamanan”. Anchor yang baik, menjamin keselamatan penelusur gua, saat
menuruni sumuran (potholing) maupun pada saat kembali naik. Dalam
verical caving dikenal sistim “back up” dengan menggunakan beberapa
titik (point). Selain untuk keamanan juga agar tali tergantung bebas
(hang belay) , guna menghindari gesekan batu.
Kegunaan lain anchor adalah , untuk membelay dan untuk keperluan tertentu, seperti hauling, lowering, rescue dll.
Ada dua macam sistim anchor, yaitu :
1. Anchor Alam (Natural Anchor)
Natural Anchor relatif sangat kuat,
dengan memanfaatkan batu, pohon dan lain-lain. Caranya dengan
melingkarkan sling pada batu atau pohon. Dapat juga langsung menggunakan
tali, dengan simpul bowline.
gambar 11. Natural Anchor dan Artificial Anchor
2. Artificial Anchor
Dinding gua biasanya tidak mempunyai
rekahan, polos dan licin. Karenanya dibuat anchor buatan. Dalam vertikal
caving, dapat menggunakan ‘bolt’, sedangkan piton dan chock jarang
digunakan. Dua hal yang sangat penting untuk diperhatikan :
2. 1 Posisi Anchor : Posisi yang benar akan menghindarkan tali dari gesekan batu
2.2 Periksa keadaan dinding
gua sebelum dipasang anchor, dengan cara mengetukkan hammer ke dinding
gua. Bunyi gaung yang hampa menandakan batu yang rapuh.
gambar 12. rigging the rope
IV.2.4 Abseiling (teknik menuruni tali)
Dengan sistem SRT, teknik menuruni
menjadi sangat mudah dan nyaman, dibandingkan dengan penggunaan tangga
gantung yang rumit. Yang harus diingat ialah ketika melakukan SRT badan
kita harus selalu berada dalam kondisi aman, dalam artian ada paling
tidak satu buah pengaman yang menjaga apabila terjadi sesuatu. Dalam hal
ini, pengaman yang paling terakhir dilepas dan paling awal dipasang
adalah Cow’s Tail.
Cara menuruni tali :
Pertama pasang cow’s tail pada back up
belay, kemudian pasang tali pada descender. Setelah descender
terpasang, lepaskan cow’s tail dan lakukan abseiling. Tangan kiri pada
descender, sedangkan tangan kanan memegang tali bawah sebagai kontrol
laju pada waktu turun.
Kecepatan waktu abseiling sebaiknya
konstan, jangan terlalu cepat atau tersendat-sendat selain berbahaya
juga akan merusak tali. Untuk mengurangi laju percepatan gunakan
carabiner untuk menambah friksi. Carabiner ini dikaitkan pada main
attachment. Sebelum melakukan abseiling, jangan lupa membuat simpul pada
ujung tali.
gambar 12. memasang dan mengunci autostop
Pindah Anchor (passing a re-bellay on the descend)
Seringkali pada saat penelusuran gua
harus memasang anchor lebih dari satu. Untuk dapat melewati anchor waktu
turun atau naik, diperlukan pengetahuan atau teknik pindah anchor.
Teknik pindah atau melewati anchor :
- Pasang cow’s tail pendek pada anchor, pada saat posisi descender sejajar dengan anchor.
- Turun lagi sampai beban ada pada cow’s tail pendek, pasang cow’s tail panjang pada hang belay, buka descender yang sudah bebas beban.
- Buka cow’s tail pendek dengan cara berdiri pada foot loop.
- Lanjutkan abseiling, lepaskan cow’s tail panjang dan lepas foot loop jammer.
- Turun lagi sampai beban ada pada cow’s tail pendek, pasang cow’s tail panjang pada hang belay, buka descender yang sudah bebas beban.
- Buka cow’s tail pendek dengan cara berdiri pada foot loop.
- Lanjutkan abseiling, lepaskan cow’s tail panjang dan lepas foot loop jammer.
Pindah Sambungan (Passing a knot on the descend)
Kadang-kadang tali yang digunakan
untuk menuruni gua tidak cukup panjang dan harus disambung dengan tali
lain agar dapat mencapai dasar.
Teknik melewati sambungan :
- Turunkan descender hingga menyentuh sambungan tali
- Pasang cow’s tail pada safety loop figure of eight
- Pasang chest jammer, croll pada tali di atas descender, jangan terlalu jauh atau terlalu dekat
- Buka descender dan pasang di tali bawah sambungan dengan posisi mengunci
- Buka croll, dengan bantuan foot loop
- Lanjutkan abseiling setelah melepas cow’s tail dan foot loop jammer.
- Pasang cow’s tail pada safety loop figure of eight
- Pasang chest jammer, croll pada tali di atas descender, jangan terlalu jauh atau terlalu dekat
- Buka descender dan pasang di tali bawah sambungan dengan posisi mengunci
- Buka croll, dengan bantuan foot loop
- Lanjutkan abseiling setelah melepas cow’s tail dan foot loop jammer.
IV.2.5 Prussiking (teknik menaiki tali)
Yaitu bagaimana supaya penelusur gua
dapat tiba kembali ke permukaan. Dalam vertikal caving, telah
dikembangkan berbagai teknik memakai tali dengan kelemahan dan
kelebihannya.
Ada dua system, yaitu :
1. Rope Walking System
Ciri utama dari sistim ini adalah
kedua kaki diikat pada ascender yang terpisah, sehingga setiap kaki
dapat bergerak dengan bebas. Gerakan yang terlihat seperti seorang yang
sedang menaiki tangga. Semakin tegak badan seseorang, semakin efisien
sistim ini berjalan. Rope walking system terdiri dari Floating system,
Basis Mitchell system, Pigmy system dan gabungan ketiganya.
gambar 13. sit-stand system
2. Sit-stand system
Berbeda dengan rope walking system,
pada sistim ini tidak menggunakan dua ascender, tetapi cukup hanya satu
ascender. Kedua kaki bergerak bersama, sehingga beban ditopang bersama.
Keuntungannya kaki tidak cepat capai dan mudah untuk istirahat. Sit
stand system terdiri dari frog system, inchworm system, texas system dan
a one ascender prusik system. Dari keempat sistim, frog system paling
sering digunakan karena efisien dan aman.
Frog system menggunakan satu jummar
dan chest jammer croll di dada. Tangan kanan mendorong jumar ke atas,
sehingga kedua kaki dalam foot loop berada dalam posisi terlipat. Pada
posisi berdiri, croll ikut bergerak ke atas, sampai berada di bawah
jummar. Demikian seterusnya.
Pindah anchor (passing a re-belay on the ascend)
Seperti pada abseiling, teknik melewati anchor waktu naik tidak banyak berbeda. Teknik melewati anchor :
- Pasang cow’s tail pada anchor
- Pindahkan foot loop jammer ke tali di atas anchor berdiri
- Berdiri di foot loop, buka croll dan pasang pada tali atas.
- Buka cow’s tail dan lanjutkan ascending.
- Pindahkan foot loop jammer ke tali di atas anchor berdiri
- Berdiri di foot loop, buka croll dan pasang pada tali atas.
- Buka cow’s tail dan lanjutkan ascending.
Pindahan sambungan (passing a knot in the ascend)
- Pasang cow’s tail pada ‘safety loops’ figure of eight knot.
- Pindahkan foot loop jammer ke tali di atas sambungan.
- Berdiri di foot loop, buka croll dan pasang tali atas.
- Buka cow’s tail dan lanjutkan ascending.
- Pindahkan foot loop jammer ke tali di atas sambungan.
- Berdiri di foot loop, buka croll dan pasang tali atas.
- Buka cow’s tail dan lanjutkan ascending.
V. KEMUNGKINAN KECELAKAAN YANG TERJADI
Sebagian besar kecelakaan yang terjadi
di dalam gua, berasal dari kesalahan si penelusur sendiri. Dalam
keadaan yang sangat gelap sering kali seorang penelusur melakukan
kesalahan dalam menaksir jarak, sehingga sebuah lubang yang cukup dalam,
terlihat dangkal. Tipuan ini menyebabkan ia merasa mampu untuk meloncat
ke dalam lobang tersebut. Etikanya tidak diperkenankan melakukan
lompatan apapun di dalam gua.
Tertimpa batu, merupakan kejadian yang
sering terjadi, karena runtuhan alami akibat rapuhnya dinding gua atau
akibat ketidaksengajaan si penelusur gua yang menyebabkan jatuhnya
batuan dan menimpa penelusur lain. Helm menjadi wajib dikenakan untuk
melindungi kepala.
Jenis kecelakaan yang lain, akibat
buruknya atau tidak memenuhi syarat perlengkapan yang dipakai, misalnya
tali putus, ascender tidak berfungsi. Oleh karena itu perawatan dan
pemeliharaan alat-alat setelah digunakan mutlak dilakukan. Jangan
ragu-ragu untuk memotong tali pada bagian yang terkoyak akibat gesekan,
misalnya.
Bahaya banjir merupakan faktor
penyebab utama kecelakaan lainnya. Demikian pula faktor suhu udara yang
dingin, perlu diperhatikan terutama pada saat melakukan eksplorasi di
gua yang basah.
Kejadian-kejadian di atas bukan tidak
mungkin untuk dihindari, semuanya tergantung dari persiapan dan
pengalaman yang dimiliki oleh penelusur gua.
VI. PEMETAAN
Dalam kegiatan penelusuran gua,
pemetaan merupakan suatu hal yang penting, bahkan pemetaan dapat disebut
sebagai aspek ilmiah dari suatu kegiatan yang bersifat petualangan.
Meskipun sebenarnya banyak penelitian ilmiah yang dapat dilakukan di
dalam gua, seperti penelitian Biologi, Geologi, Geomorfologi, Arkeologi,
Hidrologi, Geografi, dan lain sebagainya. Tetapi sebenarnya pemetaan
menduduki posisi yang paling penting. Boleh-boleh saja dalam penelusuran
gua tidak melakukan penelitian Biologi atau Geologi atau yang lainnya,
tetapi pemetaan merupakan hal yang wajib dikerjakan oleh seorang yang
berpredikat ‘caver’.
Begitu penting pemetaan, sampai-sampai
ada seorang teman dari jurusan Geografi yang menyatakan bahwa “sebuah
peta lebih mempunyai banyak arti daripada seribu kata-kata”.
gambar 14. Peralatan pemetaan standar
Pemetaan merupakan bagian dari
kegiatan yang bersifat perekaman atau pendokumentasian. Dalam hal ini
adalah yang berhubungan dengan rekaman bentukan fisik gua, misalnya
bentuk atau denah lorong, panjangnya, tingginya, keletakan ornamen, apa
saja ornamennya, posisi aliran air, lumpur, sump, dan lain sebagainya.
Pemetaan sebuah gua merupakan salah
satu upaya untuk mendokumentasikan gua tersebut, sehingga peta tersebut
akan menjadi informasi untuk penelusur gua lainnya, ia akan mengetahui
denah guanya, ukurannya, ornamen yang menghiasinya, dan lain sebagainya,
jauh dari sebelum ia sendiri memasuki gua tersebut. Pemetaan juga
memberikan informasi ilmiah yang berguna bagi penelitian ilmu
pengetahuan. Peta gua juga berarti sebagai bukti seorang caver telah
memasuki atau mengeksplorasi suatu gua.
VI.1. Peta Gua
Sebuah Peta Gua yang baik, akan dapat memberikan gambaran kepada orang yang membaca peta tersebut dengan mudah.
Sehingga sebuah peta gua harus Informatif, dan Komunikatif.
Dianggap informatif apabila, data-data
yang perlu diketahui dapat ditemukan disini, dalam hal ini data-data
yang dibutuhkan untuk sebuah kepentingan eksplorasi. Tentu akan berbeda
dengan peta yang dibuat untuk kepentingan penelitian, atau wisata
misalnya. Dan peta tersebut akan komunikatif apabila dalam hasil
akhirnya tidak membingungkan orang yang membacanya, memiliki alur dan
susunan yang jelas dan sesuai dengan aturan yang telah disetujui
bersama.
Peta sebuah gua minimal menerangkan tentang;
1. Penampang Atas, atau denah lorong untuk menunjukkan bentukan, arah dan belokan lorong.
2. Penampang Samping, Irisan, atau Section untuk menunjukkan ketinggian lorong, dan kemiringan gua tersebut.
3. Simbol Ornamen, simbol-simbol yang telah disepakati untuk mewakili ornamen yang terdapat di dalam gua tersebut.
4. Potongan Stasiun, ditiap titik yang dijadikan sebagai pos atau stasiun digambarkan potongannya.
5. Data Gua, keterangan mengenai gua tersebut, namanya, letak geografis dan administratifnya, surveyornya, dan tanggal dilakukan survey untu pemetaan. Hal ini termasuk penting mengingat perubahan bentukan gua dapat terjadi setiap saat.
6. Skala, untuk menunjukkan perbandingan, biasanya digunakan skala batang karena lebih mudah untuk membayangkan keadaan sebenarnya.
1. Penampang Atas, atau denah lorong untuk menunjukkan bentukan, arah dan belokan lorong.
2. Penampang Samping, Irisan, atau Section untuk menunjukkan ketinggian lorong, dan kemiringan gua tersebut.
3. Simbol Ornamen, simbol-simbol yang telah disepakati untuk mewakili ornamen yang terdapat di dalam gua tersebut.
4. Potongan Stasiun, ditiap titik yang dijadikan sebagai pos atau stasiun digambarkan potongannya.
5. Data Gua, keterangan mengenai gua tersebut, namanya, letak geografis dan administratifnya, surveyornya, dan tanggal dilakukan survey untu pemetaan. Hal ini termasuk penting mengingat perubahan bentukan gua dapat terjadi setiap saat.
6. Skala, untuk menunjukkan perbandingan, biasanya digunakan skala batang karena lebih mudah untuk membayangkan keadaan sebenarnya.
7. Arah Utara Peta
8. Legenda, atau keterangan simbol.
Apabila sudah terdapat hal-hal
tersebut, maka peta gua yang dibuat seharusnya sudah mampu memberikan
informasi yang cukup bagi penelusur gua lainnya.
Sebuah peta gua tentunya juga memiliki
tingkat akurasi yang berbeda-beda. Di dunia ada beberapa penilaian
terhadap keakuratan tersebut, tergantung pada kesepakatan federasi
masing-masing.
Saat ini, yang lazim digunakan di
Indonesia adalah sistem grade yang digunakan di Eropa, yang memakai
skala 1 sampai 6. Mengenai hal ini akan dijelaskan lebih lanjut di tahap
pendalaman.
Untuk mendapatkan informasi yang akan
dituangkan ke dalam peta gua, ada beberapa prosedur pemetaan yang harus
dilakukan. Sekilas prosedur-prosedur ini akan tampak merepotkan ketika
mengeksplorasi sebuah gua, namun sebenarnya kerepotan tersebut akan
terbalas dengan hasil yang nantinya kita dapatkan.
tabel 1. contoh Field Note
VI.2. Alat-alat perlengkapan pemetaan
1. Drafting film atau Kodak Trace
sejenis kertas kedap air, seperti kertas kalkir tetapi lebih tebal dan
kedap air juga bisa dihapus jika menggunakan alat tulis pinsil.
2. Topofil, alat untuk mengukur jarak antara stasiun. Kalau tidak ada dapat juga dipakai rollmeter.
3. Alas tulis dan alat tulis (pinsil, penghapus, dan serutan)
4. Kompas, alat untuk mengukur sudut deviasi atau azimuth. Biasanya kompas Silva atau Suunto yang digunakan.
5. Clinometer, alat untuk mengukur kemiringan gua (turun atau naik) Suunto PM5/360 adalah Clinometer yang terbaik.
2. Topofil, alat untuk mengukur jarak antara stasiun. Kalau tidak ada dapat juga dipakai rollmeter.
3. Alas tulis dan alat tulis (pinsil, penghapus, dan serutan)
4. Kompas, alat untuk mengukur sudut deviasi atau azimuth. Biasanya kompas Silva atau Suunto yang digunakan.
5. Clinometer, alat untuk mengukur kemiringan gua (turun atau naik) Suunto PM5/360 adalah Clinometer yang terbaik.
gambar 15. contoh simbol peta gua
VI.3. Prosedur Pemetaan
Prosedur pemetaan yang dimaksud disini
adalah teknis pengambilan data untuk menghasilkan sebuah peta gua,
data-data tersebut akan dicatat di sebuah catatan lapangan untuk
kemudian diterjemahkan. Secara garis besar, pengambilan data dilakukan
dengan membuat bentukan kasar gua yang dieksplorasi, dengan cara
mengambil beberapa titik untuk dijadikan sebagai stasiun. Di
stasiun-stasiun tersebutlah data-data direkam, diantaranya arah lorong,
ketinggian lorong, kemiringan antara stasiun, tinggi langit-langit gua,
lebar lorong dan keterangan lainnya.
Pemetaan dapat dilakukan oleh minimal
dua orang, dimana satu orang menjadi leader yang memegang ujung alat
ukur dan menentukan posisi stasiun, sementara orang kedua menjadi
pencatat data yang memasukkan data ke dalam field note.
Leader, adalah orang yang berhak menentukan posisi stasiun. Satu titik dapat dijadikan stasiun karena beberapa sebab yaitu;
- Lorong yang dieksplorasi berubah arah
- Leader sudah tidak dapat terlihat oleh orang kedua
- Terdapat kemiringan yang ekstrim
- Terdapat perubahan bentukan lorong yang ekstrim
- Terdapat ornamen yang unik
- Jarak dengan stasiun terakhir sudah menjadi jarak maksimal untuk membuat peta dengan grade tertentu.
Satu hal yang mutlak diperhatikan adalah bahwa posisi leader harus masih terlihat oleh pencatat data.
- Leader sudah tidak dapat terlihat oleh orang kedua
- Terdapat kemiringan yang ekstrim
- Terdapat perubahan bentukan lorong yang ekstrim
- Terdapat ornamen yang unik
- Jarak dengan stasiun terakhir sudah menjadi jarak maksimal untuk membuat peta dengan grade tertentu.
Satu hal yang mutlak diperhatikan adalah bahwa posisi leader harus masih terlihat oleh pencatat data.
Contoh catatan lapangan
Keterangan :
STS; Adalah nama stasiun, dapat dinamakan sesuai kehendak, misalnya A-B,B-C, atau 1-2,2-3, dll.
Jarak; adalah jarak antara stasiun yang satu dengan yang lainnya
Azim.; adalah sudut yang ditunjukkan oleh kompas antara satu stasiun dengan stasiun disepannya
Clino; adalah derajat kemiringan antar stasiun, biasanya + apa bila stasiun didepannya lebih tinggi, dan – bila stasiun didepannya lebih rendah.
Kanan dan Kiri; adalah jarak dari poros orang ke dinding gua kanan dan kiri.
Atas dan Bawah; adalah Tinggi dan kedalaman gua.
Keterangan; diisi dengan hal-hal khusus yang ditemui, seperti ornamen yang unik, keterangan mengenai bentukan lorong, dll
Selain itu dalam pemetaan, pencatat data juga membuat sketsa lorong dan irisan stasiun yang akan memudahkan pembuatan peta gua.
STS; Adalah nama stasiun, dapat dinamakan sesuai kehendak, misalnya A-B,B-C, atau 1-2,2-3, dll.
Jarak; adalah jarak antara stasiun yang satu dengan yang lainnya
Azim.; adalah sudut yang ditunjukkan oleh kompas antara satu stasiun dengan stasiun disepannya
Clino; adalah derajat kemiringan antar stasiun, biasanya + apa bila stasiun didepannya lebih tinggi, dan – bila stasiun didepannya lebih rendah.
Kanan dan Kiri; adalah jarak dari poros orang ke dinding gua kanan dan kiri.
Atas dan Bawah; adalah Tinggi dan kedalaman gua.
Keterangan; diisi dengan hal-hal khusus yang ditemui, seperti ornamen yang unik, keterangan mengenai bentukan lorong, dll
Selain itu dalam pemetaan, pencatat data juga membuat sketsa lorong dan irisan stasiun yang akan memudahkan pembuatan peta gua.
VI.4. Cara Kerja
1. Stasiun A biasanya pada mulut atau
pintu masuk gua. Di sini berdiri pencatat data yang membawa kompas,
clinometer dan catatan lapangan.
2. Leader membawa topofil atau rollmeter (ujung benang atau pita meter dipegang oleh Pencatat data) hingga tempat yang dianggap sebagai stasiun B
3. Pencatat data mencatat hasil pengukuran panjang, azimuth, clino juga mencatat lebar kiri dan kanan lorong pada stasiun A pada lembar catatan lapangan.
4. Pencatat data juga membuat sketsa denah lorong gua antara stasiun A dan stasiun B. Pekerjaan ini dapat dibantu dengan adanya benang atau pita meter yang memanjang antara stasiun A dan stasiun B. Pintu masuk juga dibuat denah dan irisannya.
5. Rekam dan catat juga atau ploting pada sketsa jika dijumpai hal-hal yang istimewa atau khusus, seperti adanya stalagmit yang besar atau adanya aliran air, flowstone, dsb.
6. Selanjutnya pencatat data menuju stasiun B dan surveyor 2 menuju stasiun C dan kembali melakukan pengukuran, pemetaan dan pembuatan sketsa denah.
7. Pada prakteknya dapat dilakukan bergantian
8. Jangan lupa membuat gambar potongan / irisan dari lorong-lorong tertentu atau khusus.
2. Leader membawa topofil atau rollmeter (ujung benang atau pita meter dipegang oleh Pencatat data) hingga tempat yang dianggap sebagai stasiun B
3. Pencatat data mencatat hasil pengukuran panjang, azimuth, clino juga mencatat lebar kiri dan kanan lorong pada stasiun A pada lembar catatan lapangan.
4. Pencatat data juga membuat sketsa denah lorong gua antara stasiun A dan stasiun B. Pekerjaan ini dapat dibantu dengan adanya benang atau pita meter yang memanjang antara stasiun A dan stasiun B. Pintu masuk juga dibuat denah dan irisannya.
5. Rekam dan catat juga atau ploting pada sketsa jika dijumpai hal-hal yang istimewa atau khusus, seperti adanya stalagmit yang besar atau adanya aliran air, flowstone, dsb.
6. Selanjutnya pencatat data menuju stasiun B dan surveyor 2 menuju stasiun C dan kembali melakukan pengukuran, pemetaan dan pembuatan sketsa denah.
7. Pada prakteknya dapat dilakukan bergantian
8. Jangan lupa membuat gambar potongan / irisan dari lorong-lorong tertentu atau khusus.
VI.5. Menyalin data lapangan menjadi sebuah peta gua
Langkah pertama yang harus dilakukan
di tahap ini adalah menyalin kembali data lapangan sesegera mungkin,
karena catatan lapangan kita pasti akan kotor, dan kemungkinan tidak
jelas terbaca.
Kemudian kita membuat peta gua kasar
di kertas milimeter block. Data Azimuth, Kanan, kiri dan jarak akan
berguana dalam membuat Penampang atas atau denah, sementara data
kemiringan, atas dan bawah akan berguna untuk membuat irisan atau
penampang samping.
Setelah itu, kita dapat menyalin draft
peta yang telah kita buat ke kertas kalkir, dan kemudian ditambahkan
kelengkapan-kelengkapan lainnya.
gambar 16. contoh peta gua
VI.6. Hambatan
Berbeda dengan pembuatan / survey
pemetaan yang biasanya dilakukan di tempat terbuka, maka pemetaan gua
sepenuhnya dilakukan di dalam gua, jauh di bawah muka bumi. Kondisi gua
yang pastinya gelap total, hanya ada penerangan lampu karbit yang
terbatas cahayanya, belum lagi lantai gua yang penuh lumpur, ruangan
yang sempit, dan waktu yang terbatas dimana kita tidak dianjurkan lupa
waktu di dalam gua. Tetapi itu semua bukan menjadi alasan untuk tidak
melakukan pemetaan gua, lebih-lebih bagi mereka yang mengaku sebagai
‘caver’. Yang ingin digarisbawahi di sini adalah bahwa apapun kondisinya
seorang caver wajib membuat peta gua di dalam eksplorasinya, khususnya
gua-gua yang belum dipetakan.
Bibliografi
Budworth, Geoffrey. “The Knot Book”, Great Britan : Paerfronts
Judson, David. “Caving Practice and Equipment”, London : British Cave Research Association, 1984.
Lyon, Ben. “Venturing Underground”, London : EP Publishing Ltd, 1983.
Mc Clurg, Dain. “ Exploring Caves : A Guide to The Underground Wilderness”, Ontario : Thomas Nelson & Sons Ltd, 1980.
Meredith, Mike, “ Vertikal Caving”, Paris , 1982.
Montgomery, R.Neil. “ Single Rope Technique : A guide for vertical cavers”, Sydney : The Sydney Speleological Society, 1977.
Edwin, Norman, “ Etika Dasar Penelusuran Gua”, Jakarta : Paper Kursus Dasar III 1983.
Edwin, Norman, “ Caving : Menelusuri Kegelapan”, Jakarta : Paper Kursus Dasar III 1983.
Soemarno, Sidarta Ir, “Gua ditinjau dari segi Geologi”, Jakarta : Paper Kursus Dasar III 1983.
. Williams, Tony Lewis, “ Manual of US Cave Rescue Techniques”, Alabama : National Cave Res
Judson, David. “Caving Practice and Equipment”, London : British Cave Research Association, 1984.
Lyon, Ben. “Venturing Underground”, London : EP Publishing Ltd, 1983.
Mc Clurg, Dain. “ Exploring Caves : A Guide to The Underground Wilderness”, Ontario : Thomas Nelson & Sons Ltd, 1980.
Meredith, Mike, “ Vertikal Caving”, Paris , 1982.
Montgomery, R.Neil. “ Single Rope Technique : A guide for vertical cavers”, Sydney : The Sydney Speleological Society, 1977.
Edwin, Norman, “ Etika Dasar Penelusuran Gua”, Jakarta : Paper Kursus Dasar III 1983.
Edwin, Norman, “ Caving : Menelusuri Kegelapan”, Jakarta : Paper Kursus Dasar III 1983.
Soemarno, Sidarta Ir, “Gua ditinjau dari segi Geologi”, Jakarta : Paper Kursus Dasar III 1983.
. Williams, Tony Lewis, “ Manual of US Cave Rescue Techniques”, Alabama : National Cave Res
0 komentar:
Posting Komentar